Let's get it started!
💎💎💎
Sepuluh menit sejak Aji dan Rania duduk di kursi mereka. Tidak ada percakapan sama sekali. Aji yang memang menunggu Rania membuka suaranya dan Rania yang terlihat menimbang memikirkan sesuatu.
Jujur saja sebernarnya Aji sangat merindukan Rania, dua bulan tanpa kabar dan pertemuan cukup membuat Aji ingin mendekap Rania detik itu juga. Namun daripada itu, Aji sangat ingin mendengarkan cerita Rania dan sebab menghilangnya gadis itu.
Sampai saat dua gelas minuman dingin hadir di atas meja, diikuti ucapan selamat menikmati dari pelayan lalu di balas ucapan terima kasih oleh keduanya, Aji mengernyit saat menyadari gelagat Rania. Gadis itu terlihat...ketakutan?
Nafas Rania tidak teratur, matanya mengerjap gelisah melihat sekeliling. Seolah dirinya sedang diawasi. Lalu saat kedua netra itu bertemu, Rania lebih dulu membuka pembicaraan.
"Aku mau putus." Singkat namun mampu membuat Aji merasa di hantam palu. Rania menggigit bibirnya setelah kalimat itu terucap.
Lihat? Aji sudah merasa ada yang aneh di sini. Aji masih tidak mempercayai pendengarannya. Kepalanya tiba-tiba memutar otak, memikirkan hal apa yang sekiranya membuat Rania ingin mengakhiri hubungan. Lalu Aji tak menemukan apapun. Sejauh ini, mereka baik-baik saja.
"Aku udah ngga sanggup, Ji." Lagi-lagi Aji mengernyit. Dadanya bak diremas keras saat melihat air mata yang mengalir di kedua pipi Rania.
"Jangan gila, Ran. Kita baik-baik aja selama dua tahun ini. Kenapa tiba-tiba minta putus? Kamu suka sama orang lain?" Cerocos Aji dengan pandangan nanar.
Rania menggeleng. Ia tak sanggup menatap mata Aji. Gadis itu terlalu takut akan melihat sirat kekecewaan dari mata itu.
"Jangan pernah temui aku lagi. Cari kebahagiaan kamu sendiri mulai sekarang. Kalau kamu tanya kenapa, aku ngga bisa jawab. Ini semua demi kebaikan kita berdua." Kursi berderit saat Rania bangkit dan keluar tanpa menunggu balasan Aji.
Hal itu tentu saja membuat Aji berderap mengejar Rania sampai ke depan caffe. Hingga saat Aji berhasil meraih salah satu lengan gadis itu, Aji kembali mendapati Rania dengan air mata mengalir deras dan badan gemetar.
Demi Tuhan! Aji tidak mengerti dengan apa yang ia hadapi sekarang.
"Aku ngga akan pernah bisa terima keputusan kamu. Jelasin sama aku ada apa sebenarnya, Ran? Ada yang kamu sembunyiin dari aku?" Sergah Aji. Tangan besar itu memegang pundak sang puan. Matanya sarat akan kekecewaan.
Rania mengangkat kepalanya. Melihat riak wajah Aji membuat Rania kembali memutus pandangan. Gadis itu melepas kedua tangan Aji di pundaknya. Lalu dengan satu tarikan nafas, Rania kembali berucap.
"Maafin aku."
"Jelasin semuanya, Ran. Aku ngga bisa gini. Dua bulan ini kamu kemana? Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu menghindar dari aku? Salah aku apa, Ran!?" Aji menyuarakan isi hati yang telah dipendam selama dua bulan terakhir. Pemuda itu berkaca-kaca, wajahnya sarat akan kekecewaan. Membuat Rania lagi-lagi tak sanggup menatap mata boba itu.
"Kamu harus bahagia, Ji. Dan itu bukan sama aku. Aku ngga pantes buat cowok sebaik kamu."
"Stop ngomong hal ga masuk akal. Aku cinta sama kamu. Kamu tahu jelas itu, Ran. Please, don't do this to me." Suara Aji mengecil diujung kalimat. Jelas sekali lelaki itu kecewa dengan keputusan Rania.
"I'm sorry, Ji. Aku bener-bener ngga bisa."
Dan Aji hanya bisa menatap kepergian Rania di depan matanya. Membiarkan separuh hatinya di bawa oleh gadis berambut sepunggung itu. Dua bulan penantiannya terasa sia-sia.
Aji mengusak kasar rambut hitamnya. Tangannya terkepal hingga buku tangan itu memutih.
Sial! Sial! Sial!
***
Gisel tidak pernah menyangka jika dirinya akan kembali ke tempat gila ini. Setelah kejadian dua minggu yang lalu, Black Hole menjadi tempat yang paling gadis itu hindari. Namun siapa sangka sederet pesan dari Yoga mampu membuat Gisel kembali memasuki ruang penuh bau alkohol ini.
Ibrayoga
Gis, sorry ngerepotin
Tapi ini urgent banget
Gue dapet kabar dari temen di black hole kalau aji kobam di sana.
Gue lagi di rumah nenek gue
Juna lagi sakit di apart
Please jemput dia, Gis
Cuma lo yang bisa gue mintain tolong
Gue takut Aji bikin onar dan kenapa-napaAwalnya Gisel ingin menolak karena selain masih sedikit trauma, Gisel merasa jika dirinya tidak sedekat itu Aji. Sekali lagi mereka hanya kebetulan bertemu dan mengobrol beberapa kali. Harusnya Yoga menghubungi orang lain. Bukan dirinya.
Namun kembali lagi Gisel tidak bisa mengabaikan sebaris kalimat dari pesan itu.
Cuma lo yang bisa gue mintain tolong.
Hingga di sinilah Gisel sekarang. Berusaha membopong tubuh besar Aji dengan bantuan salah satu bartender di sana. Setelah mengucapkan terima kasih Gisel memutar kunci dan melajukan mobil Aji menuju apartemen lelaki itu.
Gisel bersyukur karena satpam gedung apartemen masih terjaga pada jam satu malam. Sehingga Gisel tidak perlu repot untuk membawa Aji ke unitnya. Dengan bantuan pesan Yoga yang menyebutkan password unit Aji akhirnya Gisel bisa memasuki apartemen lelaki bongsor itu.
Gisel merebahkan tubuh besar itu ke atas kasur, membuat posisi Aji senyaman mungkin. Lalu melepas sepatu dan kaos kaki Aji. Gisel bernafas lega setelah merasa pekerjaannya telah usai. Jemari lentik itu bermain diatan ponsel, lalu mengirimkan sebaris pesan pada Yoga.
Ibrayoga
Gue udah anter Aji sampe apartemen
Thanks, Gis. Nanti gue traktir deh kapan-kapan
Atensi Gisel teralih saat suara Aji terdengar, meletakkan ponsel di atas nakas Gisel lalu duduk di tepi kasur.
Dipandangi wajah tenang Aji yang terpejam. Tak lama kelopak mata itu terbuka perlahan, membuat Gisel tiba-tiba di serang panik. Belum lagi saat tangan besar Aji yang terangkat menyentuh wajahnya."Ran..."
"Jangan pergi."
Satu kesimpulan yang Gisel dapatkan. Pasangan itu sedang tidak baik-baik saja. Apakah karena itu Aji seperti inj.
Gisel bisa melihat raut terluka dari wajah itu. Detik selanjutnya cairan bening mengalir dari sudut mata Aji. Lelaki itu menangis.Gisel tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara, hanya memandang dan mendengar isakan kecil yang keluar dari bibir Aji.
Harusnya Gisel pergi begitu Aji berhenti memanggil nama Rania. Namun gadis itu tetap menunggu sampai Aji benar-benar terlelap. Hingga ketika Gisel ingin beranjak, tangan ditarik sampai dirinya terduduk kembali.
"Jangan tinggalin aku, Ran."
"Ji, ini gue Gisel." Kata Gisel yang nyatanya percuma. Aji sudah mabuk berat. Genggaman Aji makin kuat di pergelangan tangan, membuat Gisel tidak bisa melepaskan diri.
Jantung Gisel terasa berhenti berdetak saat tangan lain menarik tengkuk dan mempertemukan birai Aji dan miliknya. Gisel berontak, memanggil dan memohon agar Aji melepaskannya. Gisel menangis saat tangan besar Aji menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Membuka paksa setiap helaian kain di sekujur tubuhnya.
"Ji... jangan.. please.." lirih Gisel yang tentu saja tak dihiraukan lelaki itu.
"Kalau kamu tetap pergi aku akan ngelakuin hal yang bikin kamu tetap sama aku."
Harusnya, Gisel tidak menyanggupi permintaan Yoga malam itu. Agar Gisel tidak terbangun di ranjang Aji dengan tubuh yang hanya terbalut selimut.
__________
KAMU SEDANG MEMBACA
Surreptitious
RomanceTentang Gisel yang mencintai Aji bertahun lamanya dan Aji yang hanya mengenal Gisel sebatas nama. Start on : Juli 2022. End : Febuari 2023