Happy Reading!
________
Tiba di depan ruang rawat Gisel, Aji mendadak tremor. Ia menyentuh dada bagian kiri. Jantungnya bertalu hebat. Sialan! Padahal tadi ia ingin cepat-cepat bertemu Gisel setelah mendengar pernyataan dokter Satrio. Namun kini Aji mendadak kehilangan nyali. Ia merasa tak pantas. Hubungannya belum membaik dengan gadis itu.
Tapi tetap saja ia khawatir. Aji sangat ingin melihat keadaan Gisel dan ... calon bayinya. Apakah mereka baik-baik saja? Tapi bagaimana jika Gisel menolaknya?
Aji mengusap wajah frustasi. Ya Tuhan, sekarang harus bagaimana?
Dan sampai sepuluh menit ke depan yang dilakukan Aji hanya mondar mandir di depan pintu. Melakukan sesi overthingking tak berguna. Sampai akhirnya Jinandra keluar dan mendapati sang adik yang seperti orang linglung.
"Heh! Ngapain di situ? Ngga masuk?"
Aji mengangkat pandangan, ditatapnya sang kakak yang lebih pendek darinya. Laki-laki itu masih menggunakan setelan kantor.
"Gisel gimana, Kak?"
"Dih, kok nanya? Liat sendiri noh bini lo." Jinan melengos, namun lengannya berhasil di tahan Aji. Putra sulung Bimasena itu mengernyit mendapati wajah lesu si lebih muda.
"Kak gue pengen ketemu Gisel, tapi takut?"
"Excusme? Ini beneran adek gue yang jago adu jotos? Lo pernah kalahin geng preman sendirian kalau lo lupa. Masa sama bini sendiri takut?" Todong Jinan sekaligus julid. Ia pikir Aji akan membalas, namun nyatanya sang adik hanya tertunduk lesu.
"Gimana dong, Kak. Kayanya gue ngga sanggup ketemu Gisel."
Lah beneran galau ni anak.
"Lagi berantem?" Tebak Jinan. Aji mengangguk singkat. Jinan menghela napas. Ia merangkul pundak Aji lalu membawanya menjauh dari sana. Sepertinya Aji perlu teman bicara.
Lalu di sinilah mereka sekarang. Jinan membawa Aji ke kantin Rumah Sakit. Suasana lumayan sepi mengingat ini sudah sore. Hanya ada tiga meja yang terisi, itu sudah termasuk meja mereka serta bibi kantin yang membereskan peralatannya. Jinan sengaja memilih kursi pojok agar lebih leluasa berbicara.
"Jadi ada apa?" Tanya Jinan setelah menegak minumannya. Punggunya ia sandarkan pada kursi, tangannya terlipat di depan dada. Aji menatap lurus asbak rokok yang masih kosong.
"Lagi berantem." Aji berujar tanpa mengalihkan pandangan. Sementara Jinan memutar bola mata.
"Ya tau lo lagi berantem. Maksud gue penyebab lo berdua berantem tuh kenapa?" Jinan greget sendiri. Ia heran kenapa adiknya mendadak bodoh seperti ini.
Aji terdiam cukup lama. Apakah ia harus menceritakan ini pada kakaknya? Ia agak skeptis.
"Ck. Gue ngga akan ember sama Bunda. Tenang aja." Seolah mampu membaca pikiran Aji. Jinan lebih dulu berujar. Aji memicing curiga. Pasalnya Jinan sering sekali mengadu soal kebiasaanya yang selalu terlibat perkelahian. Membuat Aji harus menerima kultum dari Bunda dari pagi hingga malam.
Jadi wajar kalau Aji ragu untuk curhat dengan kakaknya ini.
"Beneran, elah. Gue janji." Jinan meyakinkan sekali lagi.
Baiklah sekali ini saja.
"Lo inget Rania, kan?" Tutur Aji mulai bercerita. Jinan mengangguk. Tentu saja, keluarga Aji sudah mengenal Rania sejak mereka mulai berpacaran. Pun perkara hubungan mereka yang kandas juga sudah diketahui.
"Dia balik lagi."Jinan mendengus, lalu tertawa remeh.
"Terus lo gagal move on?"
Aji mengangkat pandangan, menatap si lebih tua. "Gue juga ngga tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surreptitious
RomanceTentang Gisel yang mencintai Aji bertahun lamanya dan Aji yang hanya mengenal Gisel sebatas nama. Start on : Juli 2022. End : Febuari 2023