Lebih baik🌸

5.7K 481 9
                                    

Happy reading!

_____

Gisel tidak tau kalau ternyata Aji punya sifat clingy. Atau sepertinya sifat ini baru muncul setelah mereka baikan. Walaupun sebelumnya hubungan mereka memang sudah lebih akrab tapi Aji tidak selengket ini dengan Gisel.

Seperti tanpa sebab Aji tiba-tiba duduk di ranjangnya lalu merebahkan kepala di pundak Gisel. Baru-baru ini Aji juga suka sekali mengganggu Gisel dengan tiba-tiba menarik tangannya kemudian digenggam atau dimainkan. Tak hanya itu, kadang Aji sengaja meminta Gisel untuk duduk di sofa lalu setelahnya ia akan merebahkan kepala di paha gadis itu. Jangan lupa bahwa Aji akan mengoceh panjang lebar sampai Gisel mengantuk mendengarnya.

Ia seperti sedang merawat balita yang terjebak dalam tubuh berotot seorang Aji Bimasena. Bahkan lelaki itu sering ikut duduk di ranjang Gisel.

Gisel sampai heran, sebenarnya siapa yang pasien di sini?

Dan malam ini Aji kembali ke aktivitas rutinnya. Lelaki itu terus menekan-nekan pipi Gisel dengan telunjuknya kemudian dicubit, lalu dimainkan. Begitu terus berulang kali. Sampai tatapan sengit Aji dapatkan dari sang puan. Aji tau tatapan itu adalah perintah untuknya agar berhenti. Tapi bukan Aji namanya kalau ia menyerah menguji kesabaran orang lain.

Lelaki itu tetap melakukan aksinya, mengganggu Gisel yang sejak tadi sibuk dengan buku.

Sampai Gisel akhirnya menyerah dan menutup bukunya. Menaruh atensi sepenuhnya pada laki-laki yang kini hanya mengenakan kaos hitan dan celana gombrang berwarna senada. Terlihat santai. Aji pasti berpikir ini rumahnya.

Mentang-mentang nyewa kamar VIP! Dan sejak kapan Aji sudah duduk di kasurnya?

"Stop! Lo mau bikin pipi gue melar?"

"Makan yang banyak, Gi. Gue ga suka liat pipi lo tirus gini." Gisel menghela, sudah biasa dengan jawaban tak nyambung lelaki itu.

"Inget sekarang ada janin yang juga harus lo kasih asupan. Kalau emaknya sehat anaknya juga pasti sehat."

Gisel bergeming. Memang selain clingy Aji juga jadi lebih perhatian padanya. Semenjak dirawat lelaki itu selalu siaga bersama Gisel. Aji seolah tak membiarkan Gisel menggerakkan ototnya.

Pun Aji selalu menanyakan kondisi dan perkembangan istri dan calon bayinya. Entah itu pada suster, dokter maupun Gisel sendiri.

"Gue merinding, sumpah." Menutupi kegugupannya, Gisel mencari topik lain. Lelaki itu mengernyit.

"Lo ngga lagi kerasukan arwah kan?" Imbuh Gisel. Punggung tangannya menyentuh kening Aji.

"Ngga panas juga. Tapi kenapa beberapa hari ini lo baik banget?"

Aji mendengus. "Yailah. Gue baik lo curiga, gue kabur lo maki-maki. Maunya apa sih?" Sungut lelaki itu.

"Emang paling bener gue jadi orang kaya aja!"

"Dih itu emang kemauan lo kali!"

"Emang gue kaya, ngapa lo ga seneng?"

Wah ngajak ribut.

"Ngga usah sombong, entar bapak lo bangkrut nangeees."

Sudahlah memang pada dasarnya dua manusia ini sama saja.

"Ga mungkin! Yang ada tambah kaya karena bokap baru buka cabang. Dan gue direkturnya!" Aji mengangkat dagu jumawa kedua tangannya terlipat di depan dada.

Kalimat itu tidak sepenuhnya salah. Itu adalah hadiah karena Aji bekerja keras selama ini. Gisel mencibir. Ia tak bisa membalas itu. Karena...

Dahlah. Ia masih tak percaya bahwa kini dirinya menjadi bagian dari salah satu keluarga terkaya di Indonesia.

SurreptitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang