Hamil?🌸

6.4K 531 28
                                    

Happy Reading!

______

Gisel menggeliat lantas membuka mata kala kesadaran menghampiri. Gerakannya terhenti lantaran sebuah lengan besar melingkar di pinggangnya. Gisel menghela. Memang seharusnya ia menolak permintaan Aji yang ingin tidur bersama. Sejak lelaki itu memejamkan mata Gisel mendadak cosplay jadi guling. Aji tak melepaskannya barang sedetik.

"Gue ngga bisa tidur kalau ngga ada guling." Tutur Aji setelah mereka berbaring.

"Ya terus? Kan itu ada guling. Kenapa lapor ke gue?" Jawab Gisel acuh. Ia hendak memunggungi Aji. Lelaki itu berdecak.

Dasar tidak peka!

Lalu tanpa bicara Aji menarik Gisel dengan sekali gerakan. Membuat tubuh depan Gisel menempel sempurna dengannya.

Gisel kontan berontak. "Diem, atau gue unboxing." Membuat hazel itu membelalak.

"Ap--"

Ucapan Gisel terhenti. Aji memberikan kecupan singkat di bibirnya.

"Shtt. Nurut sama suami."

Satu tangan Aji kembali menarik Gisel lebih dekat. Tanpa tau bahwa yang didekap sedang berusaha mengatur detak jantungnya.

"Today is such a hard day, Gi. Let me hug you for all night long."

Dan berakhir Aji memeluk Gisel sepanjang malam, hingga pagi menjelang. Gisel menatap wajah terlelap di sampingnya. Terlihat damai. Aji begitu lucu jika seperti ini, wajahnya yang memang terkesan imut jadi makin imut dengan mata terpejam dan bibir yang sedikit maju.

"Lo tau ngga sih, kalau lo tidur itu mirip bocil?" Gumam Gisel diiringi kekehan ringan. Iseng, ia meraih ponsel lalu memotret Aji. Senyum itu kontan terulas melihat hasilnya. Ini akan jadi kenangan berharga setelah perjanjian mereka berakhir.

Aji bangun sejam kemudian dengan tubuh yang sudah harum mewangi. Mengenakan kaos putih dengan training hitam Aji terlihat santai namun tetap menawan.

"Mau ke kampus?" Tanya Aji setelah mendudukkan diri di kursi makan. Maniknya menatap lekat Gisela yang sudah rapi, namun tetap sibuk menyiapkan sarapan.

"Iya. Tanda tangan doang, ngga sampe sore." Gisel meletakkan dua cangkir susu ke atas meja. 

"Lo kejar target ya? Gue aja selow begini."

"Terpaksa. Gue ngga mau beasiswa gue dicabut kalau ngga lulus tepat waktu." Aji tersedak ludahnya sendiri.

Tolol!

Lelaki itu tertawa canggung.

"Kalau lo? Mau ngapain hari ini?"

Dering ponsel dari saku Aji menginterupsi. Lelaki itu menatap layar, lalu menatap Gisel setelahnya. Detik berikutnya, Aji berderap menuju kamar. Tak lama ia keluar dengan terburu. Aji bahkan melangkah sambil memasang jaket dengan wajah panik.

"Maaf. Lo sarapan sendiri hari ini, gue ada urusan mendadak."

"Ke mana? Pulang malem lagi?" Langkah Aji terhenti di ambang pintu. Entah perasaan Gisel saja atau memang ada yang sedang Aji sembunyikan?

"Maaf karena ga bisa nganter lo." Tidak nyambung, namun tetap dijawab oleh Gisel.

"It's okay. Gue bisa naik ojol." Aji mengulas senyum ringan. Lalu mendekat dan menangkup sebelah rahang Gisel. Mengusap pipi gembil itu dengan ibu jari secara lembut. Setelahnya Aji berlalu usai berpamitan. Meninggalkan Gisel sendiri dengan ribuan pertanyaan di benaknya.

SurreptitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang