Lebih Dekat🌸

5.5K 587 30
                                    

Vote kalian sangat berarti untuk cerita ini❤

Happy reading

_______

Ctak!

"Aw!"

"Makanya jangan ngelamun, kesambet setan pohon baru tau rasa." Gisel mencebik, tatapan sengit ia layangkan seraya mengusap kening yang terkena sentilan Aji, membuat kekehan pelaku mengudara.

Lelaki itu baru kembali setelah menjawab telpon dari Ayah. Terkait pertanyaan Aji sebelumnya baru saja Gisel ingin menjawab, rentetan kalimat yang sudah tersusun di kepala harus buyar karena dering ponsel. Selagi menunggu Aji menjawab panggilan, Gisel mengingat kenangan pahit yang membawanya pada rasa cinta. Terlalu larut dalam lamunan membuat Gisel tak sadar akan kehadiran Aji.

"Ayah bilang apa?" Tanya Gisel setelah Aji kembali duduk di sisinya. Manik lelaki itu bergulir menatap lawan bicara. Senyum tipis pun terulas.

"Dikasih petuah supaya jadi kepala keluarga yang baik buat lo." Katanya dengan wajah tengil.

Jika kalian kira Gisel akan salting, jawabannya tidak. Ia malah menatap geli pada Aji atas kalimat itu. Yang lagi-lagi mengundang tawa ringan pada si lawan bicara.

"Sabtu ini kosong ngga? Bunda rewel banget minta kita mampir." Aji menjawab serius kali ini. Telinganya panas mendengar ocehan Bunda ditelpon tadi. Rupanya wanita itu sengaja meminta Ayah menghubunginya. Karena setiap kali sang Ibu menghubungi Aji sengaja menghindar, bukannya ingin durhaka tapi Bunda kelewat rewel perihal perkembangan hubungan pengantin baru ini.

"Kosong, kok. Gue ngga ada bimbingan hari Sabtu." Aji mengangguk. "Gue juga kosong. Sabtu kita pulang ke rumah."

Kita.

Gisel tersenyum tipis mendengar kalimat itu. Daripada suami istri selama ini Gisel lebih berpikir jika mereka itu hanya teman serumah. Gisel bersyukur dengan sifat Aji yang kelewat ramah dengan semua orang sehungga ia tak perlu canggung untuk memulai obrolan. Lelaki itu selalu mempunyai topik untuk dibicarakan.

Lagi, Aji sangat pengertian. Ia tak membiarkan Gisel melakukan pekerjaan rumah sendiri. Mereka berdiskusi untuk itu, keduanya sangat cocok bekerja sama.

Makanya saat Aji berucap demikian, rasa hangat memenuhi relungnya.

"Lo serem anjir." Gisel mengerling. "Tadi gue tinggal lo ngelamun kek sedih banget. Lah ini tiba-tiba senyum sendiri." Aji meletakkan tangan kanannya di atas kepala Gisel.

"Saha maneh?"

Plak!

"Ih anjir lo ya!" Satu tepukan mendarat di bahu kiri Aji. "Gue masih sadar, tau!"

"Wah ngamuk. Sini lo." Sebuah kejadian tak terduga bagi Gisel, Aji tiba-tiba menjepit leher Gisel dengan lengannya.

"Keluar lo dari badan bini gue!" Seru Aji dramatis, ia bahkan meniup-niup puncuk kepala Gisel. Seperti sedang melakukan pengusiran setan. Mulutnya bahkan komat-kamit.

Dasar sinting.

Gisel berontak, ia memukul-mukul lengan Aji yang sialnya tak memberikan pengaruh apapun. Gisel mengutuk otot besar itu dalam hati. Suara teriakan Gisel yang meminta dilepaskan dan tawa puas Aji menjadi backsound mereka malam itu.

"Keluar lo, tangan kosong kalau berani!"

"Allahulailahaila..."

Di tempatnya Gisel masih mencoba melepaskan diri. Sampai pada sekon berikutnya teriakan Aji menggema di taman, membuat atensi pengunjung beralih pada keduanya.

SurreptitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang