Dia selalu tak terduga🌸

4.7K 431 19
                                    

Happy reading!
_______________


Langkahnya terayun pelan memasuki ruang rawat. Hal pertama yang Aji dapati adalah punggung Gisel. Wanita itu tengah duduk bersila menghadap jendela.

Walaupun tak melihat wajah istrinya langsung tetapi Aji dapat merasakan kesedihan yang begitu mendalam pada sosok rupawan itu.

"Hai." Sapa Aji. Kemudian mendaratkan bokongnya tepat di samping sang istri.

Gisel tak menjawab, menoleh pun tidak. Netra hazel itu hanya menatap lurus ke luar. Seolah pemandangan langit malam dari balik kaca jendela terlihat lebih menarik dari apapun. Wajahnya memang tak lagi pucat namun sorot mata Gisel masih seperti yang terakhir Aji lihat.

Kosong.

Seakan tak ada kehidupan dan harapan dalam manik indah itu.

"Kamu gimana, Gi? Baik-baik aja, kan? Engga ada yang luka lagi, kan?"

Runtutan kalimat Aji hanya dibalas dengan keheningan. Lelaki itu menghela napas. Namun Aji tak ingin menyerah. Ia kembali mengoceh di depan Gisel.

"Anak-anak mau jenguk kamu. Tapi Dokter Satrio melarang sebelum kondisi kamu sepenuhnya stabil. Lia sama Karina udah mewek banget pas tau kamu di bawa ke sini, Gi. Semua orang khawatir sama kamu."

"..."

"Yoga sempat diperiksa. Kepalanya kebentur karena ngelindungin kamu. Kata dokter ada sedikit retakan di tulang belakang kepalanya. Tapi syukurnya dia baik-baik aja."

Disetiap ceritanya Aji terus saja menatap Gisel.

"Yang lain juga baik-baik aja. Kamu tau, kan. Anak-anak pada jago bela diri. Cuma muka Dirga kena tonjok, jadi agak lebam dikit. Sisanya aman."

"...."

"Adam dan Asaka udah urus semua bukti. Rendi bakal masuk penjara. Dan cewek itu--" Aji menggantung kalimatnya. Berharap setidaknya Gisel mau menatapnya.

Tapi nihil.

Hati Aji mencelos. Menyakitkan sekali melihat kondisi istrinya saat ini. Rasanya lebih baik melihat wanita itu meraung dan berteriak. Menunjukkan kemarahan dan kesedihannya. Daripada diam seperti patung yang tak punya emosi seperti ini.

Aji kembali menghela napas. Tak mengapa. Ia tau Gisel tetap mendengarkan.

"Dia dimakamkan pagi tadi, Gi. Orang yang bikin kamu menderita udah pergi selamanya."

Satu tangan Aji meraih sebelah tangan Gisel. Sedangkan tangan bebas lainnya mengusap rambut panjang itu pelan. Lalu menyelipkan sebelah sisinya ke belakang telinga, membuat Aji dapat melihat dengan jelas sisi samping wajah cantik itu.

"Semuanya udah mendapat hukuman masing-masing. Termasuk kita, Gi."

"Atau mungkin ini hukuman buat aku." Aji tersenyum getir.

"Tapi kenapa harus dia? Kenapa dia yang diambil? Kenapa harus kalian yang nerima rasa sakitnya? Kenapa bukan aku aja, Gi."

Suara Aji mengecil diujung kalimat. Kepalanya ia jatuhkan pada pundak sang istri. Untuk malam inj saja Aji ingin menumpahkan semua rasa sakitnya.

Aji lelah.

Baik secara fisik maupun psikis. Banyak sekali hal terjadi belakangan ini. Dan semuanya begitu menyesakkan bagi kedua pasangan muda ini.

Tanpa Aji sadari, dalam diamnya Gisel turut meneteskan air mata.


_______


SurreptitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang