Konversasi🌸

5.6K 560 7
                                    

Setelah menunaikan kewajiban, Aji melangkahkan tungkainya menuju dapur. Membuka salah satu kabinet, Aji mengernyit kala stok mie instan ternyata sudah habis.

"Mau makan mie?" Aji memutar kepala kala suara Gisel menyapa indera pendengar. Gadis itu memegang mug di tangan kanan dan ponsel di tangan kiri.

"Perasaan gue stoknya lumayan banyak. Ternyata udah habis." Aji mengambil mug dari tangan Gisel dan mengisinya dengan air. Gisel menegak minuman itu setelah mengucapkan terima kasih.

Satu hal yang Gisel ketahui setelah tinggal dengan Aji, act of service lelaki itu sungguh manis. Sering kali Aji membantunya dengan tindakan-tindakan kecil entah itu membuka kaleng minuman, membantu menghidangkan makanan, membuka bungkus snack atau menuangkan air seperti tadi.

"Stoknya emang udah abis sejak gue pindah kesini." Aji mengernyit. Itu berarti...

"Lo emang udah ngga makan mie selama dua bulan ini."

Ah benar. Aji baru menyadari itu sekarang. Semenjak tinggal bersama asupan gizi Aji makin baik. Gisel masak tiap hari. Aji sudah melarang namun gadis itu bilang jika ia tidak keberatan. Gisel bahkan melakukan pekerjaan rumah. Namun tentu Aji juga ikut membantu.

Pun Aji sudah terbiasa dengan Gisel di sekitarnya bahkan perkara mencari pakaian saja ia harus memanggil gadis itu.

"Mau gue masakin sesuatu?" Tawar Gisel yang dijawab gelengan oleh Aji. Lelaki itu melirik jam dinding, pukul 19.15. Aji bosan dan lapar. Sedang tidak selera makan berat seperti nasi ia juga sedang tidak ingin menemui Yoga maupun Arjuna untuk main game. Maniknya melihat Gisel yang hendak kembali ke kamar.

"Keluar yuk, Gi."

______

Meskipun jalanan agak lembab karena habis turun hujan tak mengurungkan niat Aji untuk tetap membawa Gisel keluar malam ini. Beruntung jalanan tidak terlalu padat, sehingga Aji dapat melajukan motornya dengan santai.

Iya. Aji memilih motor daripada mobil karena sudah lama ia tidak menggunakannya. Sejak berpacaran dengan Rania Aji tidak pernah lagi menyentuh motornya.

Entah ini pertama kali Aji membonceng seorang gadis setelah sekian lama, atau memang karena udara yang cukup dingin. Lelaki itu sedikit canggung.

Maka kala maniknya menemukan minimarket, Aji memberhentikan motornya. Lalu diikuti Gisel turun setelahnya

"Beli snack bentar ya." Kata Aji setelah melepas helm. Tungkainya terhenti setelah melangkah sejauh satu meter, dilihatnya Gisel tetap berdiri di tempat dengan kepala yang masih memaki helm.

Aji mendekat. Gisel berjengit kala sepasang tangan memegang pundak dan memutar tubuhnya. Aji membuka kaitan helm tanpa suara, dari jarak ini Gisel bahkan bisa mencium parfum lelaki itu.

"Kalau susah tuh bilang."

ASGDJDJSKSL

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ASGDJDJSKSL

Gila!

Tindakan dan senyuman manis Aji sukses membuat detak jantung bertalu.

"M-makasih."

Setelah selesai, Aji kembali melajukan motornya. Kini dua manusia itu sudah tiba di taman Kota. Manik Aji menyisir sekiling taman yang ditumbuhi pohon kecil dan  bunga-bunga yang sengaja di tanam sepanjang jalan. Kursi panjang berderet di sisi taman dengan dihiasi lampu di sampingnya. Pengunjung di dominasi oleh kaum anak muda.

Keduanya berjalan menuju salah satu kursi kosong seraya menenteng jajanan yang tadi mereka beli. Aji mengeluarkan minuman kaleng, membukanya lalu diberikan pada Gisel.

His act of service again.

Selagi Gisel menegak minumannya, Aji memperhatikan gadis itu. Seorang gadis yang hanya dibalut kaus hitam, hoodie abu-abu dengan training senada, sneakers putih serta sebuah topi hitam bertengger di kepala. Mengingatkan Aji pada pertemuan mereka di Black Hole malam itu.

Sejujurnya ada banyak hal yang ingin Aji ketahui tentang Gisel. Gadis berponi ini terlihat ramah namun sebenarnya Gisel sangat sulit didekati. Bahkan setelah insiden di kantin hari itupun Gisel tak pernah menceritakan apapun. Ia hanya meminta Aji untuk berhenti mengantar jemput agar menghindari kecurigaan.

Untuk pertama kalinya, Aji merasa ia sulit mendekati orang.

"Gi."

"Ya?"

"Mau main?"

"Ha?"

Aji mengeluarkan uang koin seribu rupiah.

"Lo pilih, angka atau gambar. Gue lempar koinnya kalau yang keluar pilihan gue, gue menang. Dan lo harus jawab pertanyaan gue dengan jujur. Begitupun sebaliknya. Kalau pilihan lo yang keluar, lo menang. Dan lo boleh tanya apapun sama gue. Gimana?"

Gisel mengerjap, menatap koin perak lalu menatap Aji.

"Lo penasaran sama sesuatu?" Tembak Gisel. Aji membeo. Membuat Gisel terkekeh singkat.

"Oke. Ayo main."

Dan permainan pun dimulai. Mereka larut dalam suasana sederhana yang diciptakan Aji, pertanyaan-pertanyaan random pun terlontar. Sesekali Aji maupun Gisel tertawa karena pertanyaan atau jawaban masing-masing.

"Kalau lo jadi cewek mau pacarin siapa diantara temen cowok lo." Pertanyaan kesekian dari Gisel. Tanpa berpikir spontan Aji menjawab.

"Bang Daniel!"

"Kenapa?"

"Gue suka duitnya."

"Kejadian paling memalukan dalam hidup lo." Tanya Aji.

"Nyungsep ke selokan pas lewat depan crush gue waktu SMP."

Tanpa keduanya sadari malampun semakin larut. Sampai pada kesempatan dimana Aji menanyakan sesuatu yang membuat Gisel terdiam cukup lama.

"Lo pasti pernah ngalamin yang namanya terpuruk. Selama itu apa yang bikin lo bangkit sampai bertahan sejauh ini."

Sadar akan pertanyaannya cukup sensitif, Aji berujar.

"Gi, gue gak bermaksud.."

"Kalau boleh jujur, kejadian dua bulan lalu juga bikin gue terpuruk."

"Gi, uda.."

"Tapi ada satu kejadian lagi yang bikin rasanya gue mau mati detik itu juga." Seulas senyum tipis hadir pada birai. Gisel menghela nafas sekali, maniknya menatap langit yang terlihat cerah malam ini. Lalu kembali pada Aji yang ternyata tengah menatapnya.

Untuk pertama kalinya, kedua anak adam itu saling menatap manik masing-masing. Aji tenggelam dalam hazel milik Gisel. Manik itu begitu teduh dan lembut yang lagi-lagi memberikan kenyamanan bagi Aji. Sungguh ia amat penasaran dengan kisah hidup gadis di sampingnya.

"Kalau itu bikin lo ngga nyaman, jangan di ceritain."

Lagi, Gisel sudah berani menatap manik lawan bicara. "Gue mau coba membuka diri sama lo, Ji."

Ia tau bahwa selama ini Aji sudah berusaha untuk mendekat padanya, hanya saja Gisel masih menutup diri. Ia hanya tak ingin menciptakan harapan kosong. Aji masih mencintai Rania, Gisel tau itu. Sering kali tidak sengaja Ia melihat Aji terus menatap laman sosmed gadis kedokteran itu.

Dan untuk tindakan yang akan dilakukan saat ini, Gisel sadar betul resiko besar yang akan ia tanggung nantinya.  Namun untuk kali ini Gisel ingin melupakan semua kekhawatiran. Membuat langkah maju untuk mendekat. Atau setidaknya untuk beberapa bulan kedepan ia ingin menciptakan sebuah kenangan indah bersama Aji.

Walaupun pada akhirnya Gisel tidak tau akhir dari kisah mereka. Karena sejak awal Gisel tak pernah mengharapkan apapun.

_____

SurreptitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang