"Relin mau pesan makan?" tanya Mama Mira saat mereka baru saja sampai di salah satu cafe yang lumayan dekat dari perumahan Relin.
"Minum aja deh, Ma." Relin berujar sebelum akhirnya menyebutkan lemon tea sebagai pesanannya. Sebenarnya dia agak trauma untuk makan di luar. Relin takut kejadian kemarin terulang lagi. Tapi untunglah cafe ini tidak mempunya bau khas yang membuat ia merasa mual dan ingin muntah.
Usai Mama Mira menyebutkan pesanannya juga, ia pun mulai memandang Relin lurus. Membuat Relin jadi merasa aneh karena wanita itu menatapnya sambil tersenyum. Namun senyumnya terasa lain karena terlihat menyiratkan kesedihan dari matanya.
"Mama senang kamu gak nolak ajakan Mama buat ketemu. Maaf ya sayang. Mama baru tahu kalau ternyata kamu sedang hamil," ujar wanita itu sambil memegang bahu Relin.
"Iya, gak papa kok, Ma." Relin mengulas senyum.
"Semua orang bahagia dengar kabar kehamilan kamu."
Ya tentu mereka bahagia. Bukankah ini yang mereka inginkan? Dan bukankah ini yang mereka tunggu-tunggu?
"Kalau aja Mama gak maksa Kavi buat bicara pasti dia akan tetap menyimpan kabar bahagia ini rapat-rapat."
Relin terhenyak dan balik menatap mertuanya itu yang kini mulai meneteskan air mata. Ada apa ini? Relin paling tidak bisa melihat orang menangis. Apa yang harus ia lakukan?
"Mama okay?" tanyanya sambil mengelus lembut punggung sang mertua.
Mira menggeleng sambil menyeka air matanya yang terus mengalir. Kemarin tanpa memberi tahu, ia sengaja pergi ke rumah Kavi untuk menemuinya. Memang sudah lama putranya itu tak memberi kabar setelah diusir dari rumah. Mira merasa khawatir. Terlebih saat dihubungi nomornya selalu saja tak aktif. Kavi benar-benar tak datang lagi ke rumah setelah kejadian itu. Dia menjauh, menghilang begitu saja. Lantas hati seorang Ibu mana yang tak khawatir? Terlebih saat ia tahu Relin juga sedang tak ada di rumah untuk menemani sang anak.
Mira ingat ia harus mengetuk pintu berulangkali sambil berteriak keras untuk memastikan kalau Kavi benar ada di rumah itu. Dia benar-benar sudah putus asa. Pikirannya berkecamuk. Ia hampir ingin menelpon Relin kalau saja Kavi tidak tiba-tiba membuka pintu. Memperlihatkan keadannya yang benar-benar tidak terurus dari terakhir kali ia lihat. Rambut berantakan, jambang panjang belum tercukur, cekungan dibawah mata, persis mencerminkan bagaimana seorang yang putus asa.
Perasaan Mira yang begitu halus membuat ia menangis. Terlebih saat Kavi mempersilahkannya masuk ia dapat melihat bagaimana kacaunya keadaan rumah tersebut.
"Biasanya gak kayak gini kok Ma. Ini kebetulan karena Ibu yang sering Kavi tugasin buat bersihin rumah lagi cuti aja," ujarnya membela diri. Tapi tak cukup membuat perasaan Mira sebagai seorang ibu baik-baik saja.
"Kalau mau makan gimana?" Bahkan saat men-check dapur dan kulkas, Mira tak melihat ada stok makanan apapun selain mie instan.
"Gampang Ma kan bisa order go-food. Lagian Kavi juga gak ada di rumah tiap hari. Paling kalau laparnya tengah malam bisa masak mie."
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Become A Wife [COMPLETED]
Romance📍SEQUEL OF SO I MARRIED A FAMOUS ACTOR?📍 Punya suami pengertian, mertua yang baik, keluarga suportif serta sahabat yang selalu ada jelas adalah impian dari semua orang. Relin beruntung karena dia termasuk satu dari sekian banyaknya orang yang bisa...