36] Khawatir

26.4K 2.3K 1K
                                    

"Sayang, kamu pulang?" Kavi segera meletakkan gelas air tersebut di nakas sebelum akhirnya berdiri di hadapan Relin yang sudah memandangnya lekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang, kamu pulang?" Kavi segera meletakkan gelas air tersebut di nakas sebelum akhirnya berdiri di hadapan Relin yang sudah memandangnya lekat. "Kenapa gak bilang dulu?" Pria itu terbatuk beberapa kali. Membuat Relin segera menyerahkan segelas air tadi untuk ia minum.

"Minum dulu," ucap Relin. Sebenarnya ia tadi sudah ingin mengeluarkan amarahnya. Hanya saja saat melihat kondisi Kavi tampak pucat dan tak baik-baik saja membuat amarahnya jadi tertelan begitu saja. Malah berganti dengan rasa khawatir. "Obatnya dimana?"

"Di laci," tunjuk Kavi ke arah laci nakas pertama.

Segera Relin mengambilnya dan meletakkannya satu persatu di telapak tangan Kavi.

"Pelan-pelan minumnya," pinta wanita itu lalu menempelkan tangannya di sekitar dahi, pipi dan leher Kavi yang panas. Ia sontak berdecak pelan. "Mas demam. Udah makan?"

"Udah."

"Makan apa? Orang tadi aku liat di kulkas gak ada makanan apa-apa," balas Relin tak percaya.

"Roti." Kavi terbatuk lagi.

Relin sontak menghela napas kasar. "Makan nasi udah?"

Kavi menggeleng. "Tadinya mau nunggu Bu Ningsih masak."

Relin yang sudah mengetahui siapa itu Bu Ningsih dari cerita Mama Mira sontak mengangguk paham. "Yaudah istirahat aja dulu. Nanti kalau masakannya udah siap aku bangunin buat makan," ujar Relin lalu membantu Kavi untuk tidur kembali.

Dia sudah akan pergi dari sana saat tiba-tiba tangan Kavi menahan pergelangan tangannya. "Kamu mau kemana? Mas mau bicara sama kamu."

"Bicaranya nanti aja, lagi sakit juga. Istirahat dulu," ucap Relin mengingatkan.

Kavi tampak memejamkan mata. Namun urung melepaskan pegangan tangannya di pergelangan tangan Relin.

"Tapi kamu jangan kemana-mana ya. Di sini aja."

Relin menghela napas seketika. Tanpa penolakan dia lantas kembali duduk di tepi ranjang. Mengikuti permintaan Kavi yang memintanya untuk tidak pergi kemana-mana. Walau ia sendiri tahu kalau tugasnya hanya sekedar menemani pria itu yang pasti akan segera tertidur usai meminum obat.

***

"Bapak gimana Bu udah tidur?" tanya Bu Ningsih pada Relin yang baru saja keluar dari kamar usai meletakkan teko air di atas nakas.

"Udah, Bu. Udah tidur dianya," balas Relin lalu ikut bergabung bersama Bu Ningsih yang sedang menyusun belanjaan di dapur.

"Saya lega banget Ibu udah ada di sini."

Relin menautkan kedua alis. "Lega kenapa emangnya, Bu?"

"Ya gimana ya, Bu. Habisnya Bapak tuh orangnya kayak gak mau minum obat. Tadi aja pas saya tawarin minum obat jawabnya malah gak papa. Padahal kan udah keliatan pucet banget. Saya sampai khawatir banget lho Bu sama keadaan Bapak. Mau nelpon Ibu tapi gak tahu nomor, nelpon keluarganya juga gak kenal. Saya jadi bingung kalau misalnya nanti sampai terjadi apa-apa. Tapi syukurlah Ibu akhirnya datang. Kalau ada Ibu kan Bapak mau nurut."

When I Become A Wife [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang