42) Permintaan Maaf (II)

26.7K 2.1K 123
                                    

Relin diminta keluar dari ruangan Oma saat Dokter mengatakan kalau wanita itu perlu istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Relin diminta keluar dari ruangan Oma saat Dokter mengatakan kalau wanita itu perlu istirahat. Keduanya berakhir dengan saling memaafkan. Walaupun sebenarnya perasaan Relin masih mengganjal lantaran belum meyakini apakah Oma benar-benar menyesali semua kesalahannya. Namun untuk menjadi pendendam pun rasanya sulit. Terlebih saat ia melihat kondisi wanita itu yang sekarang sedang sakit. Ada perasaan tak tega mendominasi walau hatinya jelas masih belum bisa memaafkan sepenuhnya.

Relin menyusuri koridor sambil menoleh kanan kiri mencari Kavi. Dia baru saja akan menghubungi pria itu saat melihat sebuah keributan di ujung sana. Dimana para suster, dokter dan beberapa pasien tampak mengerubungi seorang wanita yang tampak histeris.

Relin melebarkan mata saat menyadari kalau sosok itu adalah Mauryn. Dia hampir saja tak mengenali wanita itu karena keadannya yang benar-benar kacau dan berantakan.

"Mauryn!" Relin tersentak dan menoleh saat Mama Mira kini mulai berlari ke arah wanita itu secepat kilat. Bersama Rendra, Kavi, Galih dan Kinan yang mengikuti dari belakang, melewatinya begitu saja. Saking paniknya mereka sampai tak melihat keberadaan Relin.

Relin membeku di tempatnya berdiri sambil memandangi kekacauan itu. Mauryn tampak berontak dari pegangan para suster yang berusaha merebut pisau di tangannya. Dapat ia lihat semua orang berusaha menenangkan wanita itu.

"Lepasin aku! Aku mau mati!"

"Mauryn istighfar, sayang." Mira memperingatkan. Mencoba menahan diri agar tidak menangis.

"Aku mau mati biar bisa ikut anakku! Aku gak mau ada di dunia ini lagi," Mauryn berteriak histeris. Masih mencoba melukai dirinya dengan pisau yang ia pegang. "Aku mau ketemu anakku, Ma! Dia pasti sekarang lagi nungguin aku!"

"Mauryn tenang. Kamu gak boleh bicara seperti itu," ujar Kavi benar-benar tak menduga kalau Mauryn akan kembali mengamuk.

"Aku ibu yang jahat, Mas. Aku yang bunuh anakku sendiri. Ini semua salahku," racaunya sebelum akhirnya kembali berteriak histeris sampai tubuhnya menegang. Membuat Relin jadi menatap kerumunan tersebut dengan rasa iba. Tak menyangka kalau keadaan Mauryn ternyata benar-benar sekacau ini.

***

Relin duduk di samping Kavi sambil menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.

"Ngantuk?" tanya Kavi sambil mengusap pelan rambut sang istri. "Mas antar pulang ya?" Kini mereka sedang berada di kursi yang ada di depan ruangan Mauryn.

Relin menipiskan bibir. "Mauryn gak papa kan, Mas?" tanyanya masih terbayang kejadian tadi.

"Mauryn masih trauma," ujar Kavi pelan. "Dokter bilang untuk saat ini yang paling ia butuhkan adalah dukungan dari kita semua."

Relin terdiam sambil menatap wajah Kavi yang kini kelihatan lelah. Jelas sekali pria itu sedang memikirkan banyak hal. Membuat Relin jadi semakin merapat dan memeluk tubuh Kavi erat. Kavi tampak tersentak walau akhirnya balas mengusap lengan Relin.

When I Become A Wife [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang