PART 40

317 17 0
                                    

Happy Reading
.
.
.

...

Terlihat Ika berdiri di depan jendela,  merenung.  Menatap ke luar yang di suguhi pemandangan kebun sayur Dina, di sebelahnya ada berbagai tanaman bunga. Ya Dina salah satu ibu-ibu pecinta bunga.

Ika terlonjak kaget saat bahunya di tepuk,  berbalik dan mendapati Asram yang masih handukan,  ini sudah sore dan Asram baru saja mandi. Ika menghelah nafas  berat lalu tanpa ragu ia mendekat dan memeluk suaminya. Ia sama sekali tidak merasa terganggu dengan sisa air yang masih belum kering di badan Asram.

"Kenapa Dek?" tanya Asram sembari membalas pelukan istrinya, sesekali akan mengusap kepala dan punggung Ika secara bergantian.

Beberapa menit berpelukan,  dapat ia rasakan ada cairan hangat yang mengenai dadanya. Dahinya mengerut, apakah Ika menangis? Asram menelan ludah dengan kasar. Ia berfikir Ika pasti masih kesal dengannya, karena mengobrol dengan Dea di sekolah tadi.

Ya walaupun itu hal biasa bagi mereka yang menjabat seorang guru. Tapi itu juga wajar jika Ika cemburu,  karena dilihat dari sudut manapun. Sangat kentara jika Dea menyukainya, ia sadar akan hal itu. Tapi,  memilih diam. Selama perempuan itu belum melakukan hal macam-macam tidak ada masalah baginya.

Kembali lagi pada Ika yang kini sesegukan dalam pelukan suaminya,  bahunya bergetar. Asram belum menanyakan ataupun berusaha menenangkan istirinya. Ia membiarkan Ika menangis menyalurkan semua emosi yang ada dalam hatinya. Setelah istrinya merasa tenang baru ia akan menanyakan dan meminta maaf jika memang ia memiliki kesalahan yang tidak ia sadari terhadap Istrinya.

"Mass~" ucap Ika dengan sedikit rengekan.

"Kenapa sayang?"

"Bunda," balasnya dengan suara serak yang hampir tidak terdengar.

"Mau ke rumah bunda?" masih dengan nada lembut Asram bertanya.

Ika menggeleng. "Bunda pasti sedih, Ika nggak pernah ke rumah Bunda. Ika jahat ya Mas?"

"Nggak sayang." Asram menggeleng, melepas pelukannya. Menutup jendela karena sudah mulai gelap. Ia mengiring Ika duduk di sofa.

"Kan, kemarin sibuk ujian, Bunda pasti ngerti. Udah dong nangisnya." Asram mengusap pipi Ika,  menghapus jejak air mata.

"Bang Yuda juga belum ada kabar yah,  udah lama padahal. Abang kangen nggak yah." Ika bergumam, tidak mendapat tanggapan dari Asram,  suaminya hanya diam. Mengunci tatapan ke arah foto pernikahan mereka yang terpajang di dinding kamar.

"Kira-kira kapan yah Bang Yuda pulang, Ika kangen. Abang juga udah nggak mau ngomong sama Ika." Tak lagi menunggu jawaban suaminya Ika memilih melanjutkan ucapannya.

Tiba-tiba dadanya terasa sesak, sulit untuk melanjutkan kata-kata yang akan keluar. Mulutnya seakan terkunci. Tangisan yang tadinya sudah reda kini berlanjut semakin piluh. Apakah ini akan berlansung lama,  atau bahkan Yuda tidak akan pernah mau bertemu dengannya lagi. Ika semakin sesegukan memikirkan itu. Ia takut, abangnya yang sangat ia sayangi itu tidak lagi mau menatap ke arahnya. Sekuat dan sebesar itukah rasa sayang terhadap saudara tirinya sampai takut kehilangan.

"Sayang ... Udah yah. Nanti sesak dadanya." Asram menghapus air mata yang mengalir di pipi Ika, mengecup dahi istinya dengan sayang.

Salah Paham Membawa Sah! [END] (Revisi-remake) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang