Entah untuk ke berapa kali Yuda menghela nafas, pemuda itu menatap kosong jalan di bawah sana. Sekarang ia sedang duduk di balkon rumah. Dengan resah, teringat dengan Bunda yang ada di rumah sakit. Ia menunduk, menatap lantai. Masih belum berani untuk mengunjungi bunda, ataupun bertemu dengn keluarganya yang lain.
Sejak kejadian kemarin ia belum berbicara kepada mamanya Rania, bahkan bertemupun belum. Ia hanya ketemu dengan Herman pagi tadi saat hendak berangkat ke kantor.
"Hai...." Ia menoleh mendengar suara di belakangnya. Di sana berdiri seorang gadis berambut pendek menatapnya dengan senyum lebar.
Yuda memalingkan pandangan, enggan menatap gadis itu. Mungkin karena pakaiannya yang sedikit terbuka. Gadis itu berjalan melangkah ke arah Yuda.
Menyadari itu Yuda menunduk. "Siapa?"
Gadis itu berdeham, "Elvi, hehe...."
"Nama panjangnya Elvina Nadi-"
"Gak nanya!" potong Yuda dengan sedikit ketus.
"Ra..." Elvi mengerucutkan bibirnya, beberapa detik senyumnya terlukis kembali, tidak mau pitus asa ia berpindah. Memutari kursi lalu duduk di samping Yuda.
Yuda mendengus lalu bergeser, saat ini ia tidak ingin di ganggu. Tapi, entah dari mana datangnya anak itu. Mereka di selimuti keheningan, gadis itu masih diam dan Yuda tidak peduli.
"Kak Yuda kan...." Yuda hanya melirik membuat Elvi menunjukkan senyum yang lebih lebar.
"Udah makan kak?"
"Kenapa?!"
Elvi menelan salivanya, "Nggak kok, cuma kata tante Rania kakak belum makan dari Pagi."
"Terus? Masalahnya apa buat lo?" lagi-lagi Yuda memalingkan wajahnya menatap gadis manis itu hanya jangka beberapa detik.
"Ooo, atau lo di suruh bujuk gue buat makan?" lantas Elvi menggeleng ribut, saat di tudung beberapa pertanyaan oleh Yuda.
"Nggak, seharusnya kan-"
"Terus pengaruhnya apa buat lo? Gue nggak makan seharian pun, nggak akan buat lo rugi kan?"
Elvi mengangguk polos lalu melukis lagi senyum yang sempat hilang. "Kakak tampan...."
Yuda melongo, menatap heran pada gadis di sampingnya. Memalingkan pandangannya, tanpa sadar ia tersenyum tipis.
"Apaan sih...." dengusnya.
"Elvi...." mereka menoleh ke belakang saat mendengar panggilan itu. Yuda melirik sekilas ke arah Elvi yang tersenyum menatap Herman di belakang sana.
"Om udah pulang?" tanyanya dengan girang berlari kecil pada Herman.
Dengan senang hati Herman menyambutnya dalam pelukan, tak lupa memberi usapan di kepala. Yuda mengeryit, tersenyum canggung saat Herman menatapnya. Herman mengganti jadi merangkul keponakannya lalu melangkah lebih dekat dengan Yuda.
Melihat pergerakan Herman yang mendekat Yuda berdiri.
"Gimana keadaan Sura?"
Yuda menghela nafas, "Nggak tau om."
"Papa!" ralat Herman, menatap Yuda dengan senyum lalu mengangguk menyakinkan Yuda.
"Panggil papa, boleh yah?"
"Hmm, Iya pa." Yuda tersenyum tipis.
"Om, kak Yuda galak." Elvi berceluk, memperlihatkan ekspresi cemberut.
Herman terkekeh, lalu berganti menatap Yuda.
"Kakaknya bilang apa emang?" mengusap kepala keponakannya dengan sayang.Elvina Nadira, biasa di panggil dengan Elvi. Keponakan Herman, kedua orang tuanya telah meninggal. Ibunya meninggal setelah melahirkan Elvi dan ayahnya kecelakaan pesawat saat usia Elvi jalan sepuluh tahun. Herman sangat menyayangi Elvi, berhubung ia tidak memiliki anak. Ia sudah menganggap Elvi seperti anaknya sendiri begitupun sebaliknya. Elvi sangat menyayangi Herman karena hanya dialah yang ia miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Paham Membawa Sah! [END] (Revisi-remake)
Random📌Hargai karya orang. Budayakan Follow sebelum baca dan jangan lupa vote(●'з')♡ Kisah seorang guru yang menikah dengan salah satu muridnya di sekolah, Asram Danika Edgarsyah dijodohkan sejak masih kecil bersama dengan Dianika Silviadira yang tidak l...