Eps 16: Kilasan Memori

617 28 1
                                    

Hai, aku update lagi nih
Bantu vote dan komennya, jangan lupa follow juga biar aku update nya tambah semangat terus

Selamat membaca~

"Tidak akan ada yang dapat
mengambil diriku yang sesungguhnya"
Someone

Pagi ini, untuk yang kesekian kalinya Aarav tidak menjemputnya. Calansha khawatir padanya, apakah dia baik-baik saja?

Calansha berencana nanti ia akan menghampiri Aarav dan berbicara dengannya. Agar kesalahpahaman ini bisa terselesaikan dengan cepat dan Calansha akan bersama dengan Aarav lagi.

"Semangat, An." Saat keluar rumah ia melihat dari kejauhan, di depan gerbang rumahnya ada seorang lelaki yang sedang duduk di atas sepeda motornya dan memakai seragam.

Siapa?, batin Calansha.

Calansha menghampirinya, "Si-"
Ucapannya terputus saat melihat siapa sosok itu.

"Danesh, ngapain lo disini?" Calansha tidak bisa menghilangkan keterkejutannya.

"Jemput lo." Ujar Danesh dengan santai sambil menyerahkan helm yang ia bawa untuk Calansha. Calansha menggeleng, ia tidak mau Aarav menjauhinya lagi.

"Gue nggak mau."
"Gue nggak suka penolakan." Danesh turun dari motornya dan memakaikan helm kepada Calansha. Sedangkan, Calansha hanya diam menatap kesal Danesh.

"Danesh, gue-" Kedua kalinya, ucapan Calansha terpotong.

"Lo naik sendiri atau gue?" Danesh menaik turunkan alisnya sambil menggoda Calansha.

Dengan terpaksa Calansha naik ke motor itu dan berangkat bersama Danesh.

🌻🌻

Seorang gadis sedang mencari keberadaan Aarav. Ia ingin membicarakan sesuatu tapi sampai sekarang ia belum menemukannya. Apakah Aarav belum berangkat? Pikir gadis itu.

"KAK!!" Teriak seseorang kepada Gibran.
Gibran menaikkan sebelah alisnya, siapa yang memanggilnya?

"Kak, temen kakak yang kemarin udah dateng?" Gibran tau gadis itu, ia yang menolong Aarav waktu itu.

"Aarav lagi di warung."
"Kak nanti kasih tau temen kakak, kalau motornya di rumah aku." Sepertinya otak Gibran sedang lowbat, ia bahkan masih mencerna ucapan gadis di depannya.

"OH IYA?!!" Pekik Gibran membuat gadis itu menutup telinganya.

"Gue lupa,njirr. Bisa dimarahin sama Aarav gue." Gibran menepuk kepalanya sendiri. Ia akui kali ini dia bodoh.

Kenapa Aarav tidak tanya mengenai motornya? Jawabannya sama seperti Gibran, Aarav lupa. Jadi, apakah Aarav juga bodoh?

"Alamat?" Gadis itu menyebutkan alamatnya dan memberikan kunci motor Aarav kepada Gibran. Lalu, gadis itu pamit untuk pergi ke kelas karena bel masuk sebentar lagi berbunyi.

🌻🌻

"An, gue tadi denger abang gue lagi bicara sama cewek." Becca berbisik-bisik kepada Calansha karena di depan kelas sedang ada guru yang mengajar.

Calansha hanya menaikkan alisnya saja tanpa berniat menjawab, "Abang gue nyebut-nyebut nama Aarav."

Calansha yang nampak acuh pun langsung serius. "Aarav?"

Brak

"Sialan." Umpat Becca saat guru di depannya menggebrak papan dengan sangat kencang. Dia adalah Bu Dakira, biasa dipanggil Bu Dak bukan budak ya...

"Kalian berdua, keluar!!" Tunjuk Bu Dak kepada Calansha dan Becca. Saat Becca ingin protes ia sudah dipelototi terlebih dahulu oleh Bu Dak.

Calansha berjalan santai keluar kelas tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Sedangkan, Becca gadis itu sudah mengumpat Bu Dak di dalam hatinya.

"Ceritain." Ujar Calansha kepada Becca untuk menceritakan apa yang terjadi tadi pagi. Becca menceritakan segalanya.

"Stasya, kelas XI IPA 2."

Tujuan Calansha sekarang yaitu Stasya. Calansha penasaran apa yang terjadi di antara dia dan Aarav. Selama ini, Aarav tak bersamanya.

Sekarang, SMA Borge sudah memasuki jam untuk istirahat. Murid-murid berhamburan keluar, ada yang hanya sekedar untuk bersantai dan ada yang makan di kantin. Lain hal nya dengan Stasya, gadis itu duduk di bangkunya dan membaca buku.

"Stasya." Stasya menoleh menatap siapa yang memanggilnya. Pandangannya terpaku kepada seseorang yang memanggilnya.

Calansha berjalan menghampiri Stasya yang masih saja menatap Calansha dengan diam. "Ikut gue." Stasya tersadar saat ia ditarik paksa oleh Calansha.

"Mau kemana?" Ucap Stasya kepada Calansha. Calansha hanya diam dan terus menarik Stasya hingga ke suatu tempat.

Rooftop

Stasya masih saja menatap wajah cantik perempuan di depannya, Calansha. Dia bahkan tidak mendengar apapun yang dibicarakan oleh Calansha. Matanya terpaku pada Calansha.

"HEY!! LO DENGER NGGAK SIH?" Stasya tersentak ketika mendengar bentakan yang sangat keras.

"I-iya."

"Apa urusan lo sama Aarav?" Tatapan dingin yang dikeluarkan Calansha tak pernah pudar sedikit pun.

"Aarav?" Stasya tidak mengerti siapa Aarav? Apakah ia lupa?

Stasya ingat sekarang. Aarav, lelaki yang ia tolong tadi malam. Stasya mengerti namanya saat Gibran yang menyebutkan.

"Iya, ada apa lo sama dia?"

"Kak Aarav, di-. Arghh kepala aku sakit banget." Mendadak kepala Stasya sakit saat menyebutkan nama Aarav. Setelah itu, ia tidak sadarkan diri.

Seorang anak perempuan sedang menangis, ia meminta mainan saudaranya yang dihadiahkan oleh papanya. Padahal anak perempuan itu sudah dibelikan sesuai keinginannya tapi ia masih menginginkan milik saudaranya.

"Aku mau punya kakak."

Anak perempuan berumur lima tahun yang disebut kakak pun memandangi mainan tersebut, ia tidak tega melihat adiknya menangis.

"Makasih kakak. Sayang deh." Kedua adik kakak itu pun berpelukan.

Stasya terbangun di ruangan yang bercat putih dengan bau obat-obatan. Ia sudah menebak bahwa ia berada di rumah sakit.

"Awss..." Ia memegangi kepalanya yang masih sakit. Kenapa ia selalu seperti ini?

"Lo udah bangun?" Stasya mendongak menatap ke arah lelaki itu. Stasya mengernyitkan dahinya, ia tak kenal dengan lelaki itu.

"Kenalin, gue Danesh." Danesh, lelaki itu membantu Calansha membawa Stasya ke rumah sakit. Kenapa tidak di UKS? Hati Calansha menginginkan bahwasanya Stasya lebih baik dibawa ke rumah sakit.

Stasya sepertinya pernah mengenal nama itu sebelumnya. Tapi lagi-lagi ia tidak ingat apapun. Ia mencoba mengingat, namun denyutan di kepalanya semakin bertambah.

_
_
_
_
_
_

Udah bisa nebak nggak nih?
Stasya kenapa?

Who Is She? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang