Juu-Ichi

1.1K 157 13
                                    

Pukul dua dini hari aku masih terjaga. Memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan datang kepada Jinan mengingat perkataan Arlan tadi sore.

"Aku gak akan biarin Damian hidup dengan tenang."

Kata Arlan begitu, membuatku takut untuk menutup mata dan menyambut hari esok. Lima tahun bukan waktu yang sebentar untukku dan Arlan. Aku sangat tau bagaimana sosok Arlan yang selalu ku kenal dengan baik. Dia tak pernah bermain-main dalam berucap. Dia adalah orang yang nekat.

Aku takut akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap Jinan.

Kami berdua bertemu tadi sore di salah satu supermarket. Dia terlihat tengah mengantar kekasih barunya berbelanja. Arlan memang tak pernah cukup dengan satu wanita. Dan aku membenci lelaki sejenis dia. Dia meminta waktu ku sebentar, awalnya aku menolak. Tapi lelaki tersebut memaksaku untuk ikut dengannya. Akhirnya aku pasrah.

Dia menanyakan kebenaran hubunganku dengan Jinan. Lalu aku menjawabnya, "Emang hubungannya sama lo apa?"

So? Benarkan? Memang nya hubungannya dengan Arlan apa? Kita kan sudah tak memiliki hubungan apapun lagi.

Dia selalu mengatakan bahwa dia masih sayang dan cinta sama aku. What? Dia bodoh kah? Lalu siapa perempuan yang memanggilnya sayang tadi? ART di rumahnya kah? Kadang aku tak paham dengan jalan pikiran Arlan. Dan kenapa dulu aku bisa cinta dengan lelaki sebrengsek Arlan?

Lama berpikir tentang Arlan, hingga tak terasa mataku terasa berat. Dan akhirnya aku tertidur.

Pagi nya aku bangun seperti biasanya. Melakukan aktivitas rutin ku. Kebetulan hari ini tak ada jadwal kuliah. Jadi hari ini aku bisa bersantai di apartemen. Melakukan hal-hal yang aku senangi.

Aku menghidupkan musik di ponselku agar menambah kesan hangat di dalam kamar ku.

Pukul sembilan pagi aku merasa lapar. Aku segera mengambil roti dan mengolesi nya dengan selai kacang kesukaan ku. Dan setelah itu membuat kopi sebagai teman makan roti.

Aku tiba-tiba teringat tentang Jinan. Dari semalam lelaki tersebut tak ada kabar. Aku bergegas mengambil ponsel dan segera mengabari Jinan lebih dulu.

Kalo diingat-ingat kami ini terlihat seperti sepasang kekasih. Jinan selalu memperlakukan ku dengan baik. Ya, memang dari dulu Jinan selalu seperti itu. Aku sangat kehilangan sosok Mian ketika lelaki tersebut hilang tanpa jejak. Dan sekarang aku menemukannya kembali. Tentu saja aku bahagia.

Dering ponsel membuyarkan lamunanku. Dan ternyata itu Jinan. Aku segera menjawab panggilan tersebut. Suara berat khas Jinan menyapa telingaku, membuatku mengulum senyum.

"Gak ada kelas ya hari ini?"

"Iya, lo kelas jam berapa?"

"Siang. Gue mau ngegym dulu."

"Yaudah, take care."

"Gak mau ikut?"

Aku mengulum senyum. Dia selalu melibatkan ku di segala aktivitas nya.

"Lagi pengen santai."

"Yaudah. Gue berangkat dulu."

"Emang udah sarapan?"

"Udah tadi makan roti sama kopi."

"Kok sama?!"

Tentu aku terkejut. Kenapa bisa sama?

"Cin udah dulu ya. Gue udah ditungguin. Bye."

Panggilan pun terputus. Aku masih memikirkan menu sarapan kita yang sama pagi ini. Kenapa bisa sama?










Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang