Ni-Ju Yon

983 163 23
                                    

"Kenapa, hm?" Jinan mengangkat sedikit dagu Cindy yang semula nya gadis tersebut hanya menunduk.

"Hanya tinggal beberapa minggu lagi aku ninggalin kamu, Jinan." nada nya sedih sekali.

Jinan melepas tangannya dari dagu Cindy, beralih mengenggam tangan Cindy, mengecupnya sekali. "Makanya, kita harus banyak menghabiskan waktu bersama. Aku udah kosongin jadwal kerja aku sampai nanti keberangkatan kamu tiba. Aku tau ini berat banget untuk kita, untuk orangtua kamu juga." Jinan mengambil nafas nya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "But, semua keinginan kamu harus tercapai. Yang harus selalu kamu ingat, walaupun kita jauh nanti, tapi percayalah, bahwa hati kita akan selalu dekat." Jinan tersenyum.

Jinan menyadari bahwa akhir-akhir ini Cindy terlihat begitu murung, mungkin karena keberangkatan nya ke LA semakin dekat. Hanya dalam hitungan minggu ini. Dan itu artinya pula mereka harus berpisah dalam kurun waktu yang tidak sebentar.

Cindy menyamankan tubuhnya di pelukan hangat milik lelaki-nya. Banyak sekali yang ia khawatir kan dengan hubungan jarak-jauh. Akan kah mereka bisa bertahan? Akan kah mereka akan sama-sama kuat menahan rindu yang pastinya akan menggunung nantinya?

"I love you my boy." tutur Cindy.

Jinan tersenyum seraya mengecup puncak kepala Cindy. "Love you more, my girl."

Jinan mengurai pelukannya, menarik kedua sudut bibir Cindy. "Kamu harus tersenyum. Karena senyuman kamu lah yang menjadi alasan aku untuk selalu bahagia."

"Kenapa kamu begitu tegar, Jinan?" tanya Cindy.

"Karena kamu, sayang." jawabnya lugas.

Cindy menangkup kedua pipi kekasihnya. "Aku gak minta kamu untuk selalu kuat di depan aku, Ji. Kalo kamu sedih, bilang sedih. Kamu gak harus terlihat baik-baik saja setiap harinya. Kamu boleh marah sama aku, kamu boleh kecewa sama aku. Aku gak pernah melarang itu, karena kamu manusia yang punya hati dan pikiran. Jangan banyak berpura-pura ya sayang?"

Satu tetes air mata Jinan akhirnya jatuh. Pertahanan yang selama ini Jinan bangun akhirnya runtuh juga. Jinan ingin selalu bersama Cindy, Jinan tak ingin Cindy pergi jauh dari nya. Jinan tak bisa, Jinan sudah terlalu bergantung kepada Cindy.

"Aku... Gak mau kamu pergi." Jinan menjeda kalimatnya sesaat. "Tapi, aku juga gak bisa melarang kamu untuk pergi, Cindy."

Rasanya sakit sekali melihat lelaki yang Cindy cintai menangis seperti ini.

"Maafin aku udah ambil keputusan sepihak tanpa memikirkan perasaan kamu, Ji.." sesal Cindy.

Jinan menggeleng, mata nya yang memerah menatap Cindy. "Ngga sayang, gak perlu minta maaf. Itu semua hak kamu.."







•waktu•







"Kak Cindy! Omg!!" Gadis kecil bernama Eve berlari menghampiri Cindy yang hendak berjalan kearahnya.

Cindy sudah merentangkan tangannya, siap menangkap tubuh Eve yang semakin tinggi.

"Kangen kak Cindy.." ujar Eve ketika sudah berada di pelukan Cindy.

Cindy terkekeh, entah kapan terakhir kalinya mereka bertemu. Karena beberapa bulan terakhir ini Eve sering diajak oleh orangtuanya keluar kota.

"Kangen abang juga gak?"

"Gak!" jawabnya ketus.

"Tingkah lo, Eve, Eve." Jinan menggelengkan kepalanya.

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang