Dengan tanpa ragu Cindy mengusap sudut mata Jinan yang berair. Dia jadi ikut merasakan perih di hatinya melihat lelaki yang dia cap menyebalkan ini menangis.
Bukan tak melihat, perempuan dengan pakaian adat Jawa itu melihat Jinan dan gadis di sampingnya. Mau seberapa banyak pun manusia di sekelilingnya, Shani pasti akan menemukan sosok Jinan di antara banyak nya manusia itu. Lelaki berpostur tubuh tinggi yang saat ini masih menempati hatinya.
Melihat Jinan berada di pelukan gadis lain rasanya begitu menyesakkan. Tapi, dia harus tetap tersenyum. Karena ini seharusnya menjadi hari bahagianya. Iya, seharusnya. Karena sampai saat ini, dia masih mengharapkan sosok Jinan di dalam hidupnya. Jinan yang sekarang sudah dewasa, sudah mampu mengambil jalan nya sendiri.
Air mata Shani menetes ketika Joshua mengecup hangat keningnya. Ia akui, Joshua adalah sosok dewasa yang selama ini dia cari. Tapi tetap saja, Jinan masih memiliki posisi khusus di hatinya.
"Mas, bahagiain Shani ya.." kata bunda Jinan dengan mata berkaca-kaca.
"Bunda maafin Shani." Shani menatap bunda dengan tatapan bersalahnya.
"Gak usah minta maaf. Semua ini bukan sebuah kesalahan. Kalian bahagia ya?" Bunda menatap kedua mempelai.
Sebagai orangtua, tentu ingin yang terbaik untuk anak-anak nya. Begitupun dengan orangtua Shani dan Joshua. Umur Shani dan Jinan terpaut lumayan jauh, Shani yang sudah cukup umur untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, dan Jinan yang masih menyelesaikan studi nya. Tentu itu semua menjadi pertimbangan pihak keluarga Shani. Hingga pada akhirnya, mereka memutuskan untuk menjodohkan Shani dengan rekan kerja bisnis papa Shani. Keluarga Shani awalnya terkejut ketika tau bahwa Joshua adalah saudara dari Jinan, tapi mau bagaimana lagi? Kesepakatan itu tak bisa di batalkan begitu saja.
Jinan masih belum berani beranjak dari posisi duduknya. Masih merenung. Mencari ketenangan sesaat, setidaknya keberanian untuk menemui Shani dan Joshua yang telah sah menjadi suami-istri.
Cindy setia menunggu Jinan di sampingnya. Genggaman tangan itu tak pernah Jinan lepaskan. Cindy memaklumi, karena kondisi hati Jinan yang tengah tak baik-baik saja.
Beberapa saat kemudian, helaan nafas panjang keluar dari bibir tipis milik Jinan.
"Ayo." pemuda dengan jaket denim itu beranjak dari posisi duduknya. Mengajak gadis dengan dress biru menghampiri Shani dan Joshua diatas altar.
Di depan kedua mempelai, Jinan menampilkan senyum terbaiknya. Seolah mengatakan pada mereka bahwa Jinan sudah ikhlas.
"Makin lengket nih diliat-liat." goda Joshua pada Jinan dan Cindy.
Jinan terkekeh, hambar. "Gak kok. Soalnya gak ada lem nya. Masih bisa lah di pisah-pisah."
Jawaban Jinan mengundang gelak tawa Joshua. Bukan karena lucu, tapi karena lelucon yang di lempar Jinan garing.
"Ci Shani, Mas Jo. Selamat ya! Ahh, jadi pengen cepet-cepet nyusul. Tapi masih kuliah." dikalimat terakhir Jinan merengut.
Kalimat terakhir Jinan sedikit menyinggung hati Shani. Tapi perempuan itu tetap diam dengan senyumnya yang selama ini selalu mampu mengalihkan dunia Jinan.
"Selamat ya Ci Shani, Mas Jo." kata Cindy, mengikuti panggilan Jinan kepada dua manusia ini.
"Makasih loh udah repot-repot dateng ke Bandung." jawab Joshua.
"Gak repot kok. Kan yang selalu ngerepotin mah Jinantara."
"Kalian berdua pasangan yang kocak ya." kata Joshua lagi.
"Mas, jaga Shani ya. Bukan permintaan, tapi permohonan. Aku tau sih ini konyol, karena tanpa di minta pun Mas pasti jaga Shani. Tapi, jangan pernah sakitin Shani ya? Aku bakal jadi orang yang pertama maju kalo Mas sakitin Shani. Ini permintaan aku sebagai sepupu ipar Shani, bukan sebagai mantan pacarnya." Jinan menarik nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku ikhlas Shani sama Mas."

KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu; Cinan (Selesai)
Fanfiction"Aku berharap mampu memundurkan waktu sehingga aku bisa bertemu denganmu lebih awal dan meluangkan waktu lebih banyak bersamamu."