Ni-Juu

1K 157 12
                                    

Satu bulan telah berlalu, sungguh waktu terasa sangat cepat. Namanya sebuah hubungan, tak ada yang berjalan dengan mulus, pasti ada saja masalah yang menghampiri. Seperti hal nya dengan hubungan Cindy dan Jinan, tak selalu berjalan mulus, pasti ada beberapa kali mereka bertengkar kecil. Karena hal itu bagai bumbu di dalam sebuah hubungan.

Jinan menghentikan motornya di tepi jalan, dia turun dari motornya, dan berjalan menghampiri seseorang.

"Hei, ngapain?" Jinan menaikkan volume suaranya, takut lawan bicaranya tak mendengar karena hujan yang cukup deras.

Orang itu hanya terdiam, menatap Jinan dengan tatapan kosong nya.

"Ayo gue anter pulang." Jinan bersiap menarik tangan orang itu, namun orang itu tak bergerak sedikitpun.

Jinan kembali menoleh. "Kenapa?"

"Biarin aku disini sendiri. Kamu boleh pergi." katanya dingin.

Dahi Jinan mengernyit, apa yang sebenarnya terjadi dengan wanita ini?

"Gue gak akan biarin lo disini sendirian, Anin. Ayo pulang, hujan nya makin deres."

Anin menggeleng, air matanya menyatu dengan air hujan yang membasahi wajah, bahkan seluruh tubuhnya. Bibir nya sudah bergetar hebat, Jinan yakin Anin berada di bawah hujan dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Lo kenapa? Ada apa?"

Tangisan terdengar memilukan di telinga Jinan. Dengan ragu, Jinan menarik tubuh Anin ke dalam pelukannya. Berharap, pelukannya bisa membuat gadis tersebut sedikit merasa tenang.

Dan benar saja, tangisan Anin semakin pecah di dalam pelukan Jinan. Mereka berpelukan di bawah deras nya hujan yang turun. Tak peduli lagi dengan rasa dingin yang menusuk kulit keduanya.

"Gue anter pulang ya?"

Akhirnya Anin mengangguk. Dan Jinan mengantarnya pulang.

Di perjalanan keduanya sama-sama diam. Tangan Anin melingkar erat di perut Jinan, isakan-isakan kecil masih terdengar dari bibir Anin.

Lima belas menit perjalanan, akhirnya Jinan sampai di kediaman Anin.

Penampilan keduanya cukup berantakan. Terlebih Anin, matanya membengkak dengan kantung mata yang tercetak jelas. Belum lagi dengan rambutnya yang lepek dan bibir pucatnya. Jinan menjadi tak tega untuk meninggalkan Anin pulang.

"Mami sama papi lo ada?"

Anin menggeleng lemah. "Mereka lagi ada tugas di luar kota."

Jinan semakin di buat bimbang. Keadaan Anin sangat kacau, Jinan semakin tak tega.

"Gue temenin lo ya?"

"Gak perlu. Kamu pulang aja."

"Anin. Gue gak akan biarin lo sendirian dalam keadaan kacau kaya gini."

"Kalo gitu, terserah kamu."

Mereka pun masuk ke dalam rumah mewah nan megah milik Anin. Anin memang terlahir dari keluarga konglomerat, tapi Anin bukan wanita yang cukup akan kasih sayang kedua orangtuanya. Karena ayah dan ibu nya selalu sibuk bekerja, tak memperdulikan keadaan putri semata wayang mereka.

Padahal Anin tak butuh harta mereka, Anin hanya butuh kasih sayang mereka.

Anin meminta Jinan menunggu di ruang tamu, sedangkan dia pergi ke kamar nya untuk berganti pakaian.

Setelah selesai, Anin turun dengan mengenakan pakaian rumahannya, memberikan handuk serta pakaian untuk Jinan.

Jinan mengambilnya, dan mengganti pakaian nya di kamar mandi yang di tunjukkan oleh Anin. Sikap Anin benar-benar berbeda kali ini, sangat dingin kepadanya.

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang