San-Ju Roku

647 149 9
                                    

Detik demi detik terasa begitu mencekam. Jinan bisa melihat bagaimana orangtua Anin sedang kelimpungan mencari donor jantung untuk putrinya yang sudah berada di ambang kematian.

Satu jam berlalu. Masih tidak ada tanda-tanda orangtua Anin menemukan donor jantung itu. Wajah mereka pucat pasi, raut wajahnya ketakutan.

Jinan pun sedang menunggu telepon dari seseorang yang ia mintai bantuan.

Satu jam lewat tiga puluh menit.

Waktu terasa begitu cepat berlalu. Ibu dari Anin sudah terlihat pasrah. Duduk dikursi tunggu dengan air mata bercucuran.

"Bertahan sedikit lagi, Nin.." lirih Jinan.

Tersisa lima belas menit lagi. Bertepatan dengan itu pula telepon Jinan berbunyi. Lelaki itu segera mengambil jarak untuk menjawab panggilan tersebut.

"Kalian jangan khawatir. Saya udah temuin donor jantung yang cocok buat Anin." ujar Jinan, membuat kedua orangtua Anin menoleh.

Ada helaan nafas lega dari keduanya.

Anin pun di pindahkan menuju ruang operasi. Jinan tak mengikuti nya, Jinan melangkah kearah lain.

"Bertahan sedikit lagi, Nin.." lirih Jinan.

Berjam-jam lamanya orangtua Anin meratapi pintu ruang operasi. Keduanya berharap operasinya lancar dan Anin bisa sehat kembali.

Lima jam berlalu, lampu ruang operasi pun padam. Tak berselang lama, dokter pun keluar dengan wajah lebih cerah dari biasanya.

"Gimana keadaan anak saya dok?"

"Operasinya berhasil.. kita hanya menunggu pasien siuman."

Kedua orangtua itu bersamaan mengucap syukur. Senyum nya perlahan muncul.

Pintu ruang operasi terbuka, beberapa perawat terlihat mendorong bangsal milik Anin menuju ruang rawat inap VVIP.

Dua hari berlalu, dan akhirnya Anin terbangun dari tidur panjangnya. Membuat kedua orangtua Anin merasa bahagia.

"Ma-mama, Papa?" Anin dibuat terkejut dengan keberadaan orangtuanya.

Melody memeluk tubuh Anin erat. Air matanya tumpah ketika ia mengingat segala perlakuannya terhadap sang anak.

"Maafin Mama sayang.."

Pelukan ini, pelukan yang lima Tahun terakhir tidak Anin dapatkan. Anin benar-benar merindukan pelukan hangat ibunya.

"Makasih sudah mau bertahan nak.. maafin Papa." kata Dyo penuh penyesalan, pria yang biasanya penuh wibawa kini menundukkan kepalanya dihadapan sang putri.

Rasanya bahagia sekali melihat kedua orangtuanya hadir saat ia membuka mata.

"Aku kira, aku gak punya kesempatan buat ketemu kalian lagi.."

Perlahan, keluarga yang sempat runtuh akhirnya kembali utuh.

Dan semenjak hari itu, Jinan tidak pernah menampakkan diri lagi.

"Ma.." panggil Anin.

"Kenapa sayang?"

"Mama pernah ketemu sama temen aku gak?"

"Cowok yah?" tanya Melody.

Anin mengangguk. "Iya Ma, itu temen aku namanya Jinan. Dia yang nemenin aku selama ini."

"Mama ada disini juga karena dia.."

Ucapan Melody membuat Anin menaruh perhatian penuh pada Melody.

"Waktu itu dia dateng ke kantor Papa. Minta Mama sama Papa buat segera nemuin kamu. Papa tolak mentah-mentah permintaan anak itu, dia bahkan sampe berlutut di kaki Mama sama Papa, dan sampe akhirnya dia ngasih amplop yang ternyata berisi tentang penyakit kamu.. disitu juga Jinan nulis alamat rumah sakit ini. Dan bilang kalo kamu abis keguguran.."

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang