Yon-Ju Go; selesai

1K 165 26
                                    

Dua tahun sudah berlalu, namun mereka belum juga di karuniai buah hati oleh Tuhan. Padahal orangtua mereka sudah menanti-nantikan cucu dari Jinan dan Cindy.

Meskipun demikian, mereka tidak pernah putus asa, terus berdoa dan berikhtiar. Mungkin memang belum waktunya.

Sebagai suami, Jinan berhasil membangun rumah tangga yang sehat dan harmonis. Rumah tangga mereka jauh dari pertengkaran, mungkin hanya perdebatan kecil saja.

Seperti biasa, Cindy bangun lebih dulu dari Jinan. Ia mencepol rambutnya asal dan bersiap-siap untuk masak. Mereka jarang sekali membeli makanan diluar karena Cindy yang setiap hari memasak.

Meskipun Cindy sibuk dengan pekerjaannya, dia tak pernah menyuruh Jinan untuk membeli makanan diluar yang cenderung kurang sehat.

Aroma masakan dari arah dapur membuat Jinan terusik. Ia pun bangkit dari tidurnya, mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu sebelum akhirnya beranjak keluar kamar.

Jinan tersenyum melihat istrinya yang sedang berkutat dengan alat masak. Dia pun menghampirinya dan memeluk Cindy dari belakang. Mencium bahu Cindy yang terekspos karena wanita itu hanya memakai tanktop.

"Kamu kerja jam berapa?" tanya Cindy.

"Jam 10." jawab Jinan.

"Sekarang mandi dulu sana."

"Mau ginii.."

"Yaudah terserah kamu." final Cindy, tetap lanjut masak meski Jinan terus menempel dibelakang nya.

Beberapa menit kemudian, masakan yang Cindy buat pun sudah siap di sajikan, dan Jinan sudah pergi ke kamar mandi.

Setelah semua makanan sudah siap diatas meja, Cindy pun pergi ke kamar untuk menyiapkan pakaian suaminya.

Seperti inilah kegiatan Cindy setiap harinya sebelum berangkat bekerja. Iya, Cindy bekerja sebagai psikolog.

Mereka hanya memiliki waktu bersama ketika pagi dan malam hari, karena siangnya mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Memiliki buah hati sangat mereka idam-idamkan. Membayangkan tangisan bayi yang membuat rumah ini menjadi lebih hidup, mereka sangat menantikan waktu itu tiba.

Selesai mandi dan berganti pakaian, Jinan pun pergi ke meja makan, dimana sudah ada Cindy yang menunggunya.

Mereka pun duduk berhadapan, memakan makanannya seraya mengobrol ringan.

"Aku liat akhir-akhir ini kamu lagi mikirin sesuatu." ucap Cindy.

Memang susah memiliki istri psikolog, Jinan tidak bisa menyembunyikan perasaannya dari Cindy.

"Aku kepikiran buat periksa kesuburan kita ke dokter."

"Why?" tanya Cindy merasa terkejut dengan jawaban Jinan.

"Aku rasa, aku yang gak subur Cin."

Cindy menaruh sendoknya di piring, kemudian menggapai tangan Jinan. "Kenapa ngomong gitu? Kamu gak percaya sama takdir Allah? Ji, kita kan udah usaha, kita udah berdo'a. Sabar ya? Tuhan pasti lagi nyiapin sesuatu yang terbaik buat kita. Aku ada disamping kamu, melewati semuanya sama kamu."

"Aku percaya, tapi aku penasaran. Aku mau periksa ke dokter, kamu mau anter kan?"

Cindy menghembuskan nafasnya. "Kalo gitu aku juga mau periksa."





•waktu•





Dua hari setelah percakapan itu, mereka memutuskan untuk mengambil cuti dan pergi ke dokter.

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang