Ni-Ju Roku

887 149 15
                                    

"Sayang, aku ke berangkat ya?" pamit Jinan.

"Hati-hati Ji, bawa mobilnya jangan ngebut, makan siangnya jangan telat juga."

"Siap bubos!"

Sebelum benar-benar pergi, Jinan mengecup hangat kening Cindy.

Jinan pun menancap gas menuju Apartemen Anin. Memang, hari ini Jinan ada kelas, tapi di jam 10 pagi nanti, dan sekarang waktu baru menunjukkan pukul 8 pagi. Jinan akan mengantar Anin ke dokter kandungan lebih dulu, kemudian baru ia pergi ke kampus.

30 menit waktu yang Jinan tempuh untuk sampai ke apartemen Anin. Senyumnya mengembang melihat Anin melambai kearahnya, ternyata Anin sudah menunggunya di depan gedung Apartemen.

Langsung saja ia menyuruh Anin untuk masuk ke dalam mobil, dan agar mempersingkat waktu Jinan segera menancap gas nya menuju rumah sakit.

"Cindy tau kamu sama aku?"

Jinan menggeleng. "Dia gak pernah tau."

Anin menunduk, kalau saja ia memiliki orang lain untuk membantu nya, ia pasti tak akan memilih Jinan untuk mengantarnya kemana-mana. Sayangnya, ia tak punya siapapun, bahkan orangtuanya pun sudah tidak lagi peduli kepadanya.

"Gak usah di pikirin, itu biar jadi urusan gue sama Cindy. Yang penting sekarang, lo sama bayi lo sehat." ucap Jinan menenangkan.

"Makasih ya Ji, aku gak tau kalo gak ada kamu nasib aku kaya apa."

Tak terasa, mobil Jinan kini memasuki area parkir rumah sakit. Mesin mobil Jinan matikan, dan mereka pun keluar dari mobil bersamaan.

Jinan menggenggam tangan Anin untuk melangkah bersamanya masuk ke dalam rumah sakit untuk menemui dokter kandungan. Iya, Anin mengandung anak dari om nya yang brengsek itu.

Kandungan Anin sekarang berusia 8 minggu. Jinan selalu mengingatkan Anin untuk tidak memikirkan hal-hal yang berat, apalagi berniat untuk aborsi. Itu semua demi kebaikan janin yang di kandung Anin.

Jinan tau betapa hancurnya Anin ketika mengetahui dirinya hamil anak dari om nya. Beberapa kali Anin mencoba untuk aborsi, namun niat buruknya itu selalu berhasil Jinan gagalkan. Karena mau bagaimana pun, janin tersebut tidak bersalah.

Mereka pun sampai di ruang tunggu, menunggu nama Anin di panggil. Keduanya hanya sama-sama diam. Jinan yang sibuk dengan ponselnya dan Anin yang sibuk dengan pikirannya.

"Nan?"

Jinan mendongak, menatap Anin. "Iya kenapa?"

"Makasih ya udah selalu ada buat aku dan bayi aku.."

"Gak usah bahas itu, oke? Sekarang lo fokus aja sama kandungan lo. Selagi gue bisa, gue bakal selalu nemenin lo."

"Cindy beruntung banget punya kamu, Nan."

Jinan menggeleng pelan. "Aku yang beruntung punya Cindy, Nin."

"Ibu Anindhita." panggil dokter.

"Yuk.." Jinan menarik pelan tangan Anin, mereka pun berjalan masuk ke dalam ruang check up.

Ini adalah kali pertama Anin periksa kandungan, karena dia baru siap dan mau menerima kenyataan bahwa ia hamil.

"Di usia kandungan yang masih sangat muda ini, ibu jangan terlalu stres ya? Itu akan memengaruhi janin ibu nanti nya. Buat suami nya juga, harus sering hibur ibunya biar gak stres."

"Eh?" Anin menatap Jinan canggung, sedangkan Jinan hanya santai saja. Toh ia sudah tau resiko mengantar Anin ke dokter kandungan, pasti ia akan di kira suami dari Anin.

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang