San-Ju Yon

679 143 11
                                    

"Jinan!"

Merasa namanya dipanggil, ia menoleh.

"Shani?"

Shani berjalan dengan mendorong kereta bayi kearah Jinan. Senyumnya merekah sampai lesung pipinya terlihat. Ibu beranak satu itu semakin terlihat cantik.

"Katanya gak bisa dateng?" tanya Jinan, menatap Shani bingung.

Shani tak menjawab. "Selamat ya.. kamu hebat Nan.." Shani menyodorkan sebuket bunga.

Jinan menerimanya, ia memeluk Shani sekilas. "Makasih Ci.."

Pandangan Jinan beralih pada gadis kecil yang tengah tertidur pulas di kereta nya.

"Shahin.. kamu lucu sekalii." Jinan mencubit gemas pipi gembul anak dari Shani. 

Sementara Shani mengedarkan pandangannya, hingga pandangannya jatuh pada wanita yang berdiri tak jauh di belakang Jinan.

Anin.

Akhir-akhir ini Shani tau bahwa keduanya semakin memiliki kedekatan yang intens, setelah mendapat kabar dari Cindy bahwa Jinan memutuskan hubungannya sepihak.

Yang membuat Shani bertanya-tanya, apa yang membuat Jinan memutuskan hubungan yang sudah sejauh itu? Alasan yang Cindy jabarkan bukan Jinan sekali.

Mungkinkah karena Anin? Jinan mencintai Anin? Astaga, apa yang Jinan dapatkan dari wanita itu?

Jika Shani bertanya tentang hati kepada Jinan, lelaki itu pasti akan marah. Shani tau Jinan. Shani tau bagaimana kerasnya lelaki yang pernah menjadi tambatan hati nya.

Anin meneguk ludahnya melihat tatapan intimidasi dari Shani. Ia memilih menunduk untuk memutus kontak mata dengan mantan kekasih Jinan itu.

"Dam, Ci Shani makan apa sih bisa secantik itu?" bisik Deon.

Jinan menoyor kepala Deon. "Tadi Anin, sekarang Shani. Mau lo apa, hah?!"

"Santai dong pak. Kan cuma nanya, sewot amat."

"Gue kalo jadi Jinan juga bakal kesel sih." sahut El, membuat Deon mendelik padanya.

"Gue bilangin Abel kelakuan lo kaya gini." ancam Jinan.

"Abel mana percaya. Dia tau nya gue setia ba–"

"Padahal aslinya kaya tai." timpal Jinan.

El berusaha menahan tawanya melihat siapa yang berdiri di belakang Deon.

"Coba sekarang, lo nengok ke belakang De." ujar El.

Deon menolehkan kepalanya ke belakang, ia meneguk ludahnya susah payah melihat Abel berdiri dengan tatapan tajam dan tangan bersedekap dada.

"Gue gak ikutan." Jinan mengangkat kedua tangannya.

"Gue juga." El melakukan hal yang sama.

Keduanya pun menjauh dari hadapan Deon dan Abel.

El memilih menghampiri keluarga nya, dan Jinan memilih untuk menghampiri Shani, Anin, dan Veranda.

Melihat Jinan menghampiri, Anin bangkit dari duduknya.

"Nan, aku pamit duluan ya?"

"Pulang sama siapa?"

"Naik taksi."

"Bareng gue aja."

"Ngga Nan–"

"Bareng gue aja." Jinan mengulang kalimat dengan penuh penekanan.

"Gak bisa, aku buru-buru." Anin berpamitan pada semuanya.

Jinan menatap punggung Anin dengan sorot mata bingung. Anin terlihat seperti menghindari Shani. 

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang