San-Ju Go

615 129 5
                                    

Gundukan tanah yang masih basah perlahan tertutupi oleh bunga yang Jinan taburi. Beberapa perawat dan pihak rumah sakit perlahan meninggalkan area pemakaman. Kini yang tersisa hanyalah Jinan seorang.

Air mata yang sedari tadi Jinan tahan akhirnya luruh juga. Tubuhnya melemas, ia menjatuhkan lututnya ke tanah. Ia peluk batu nisan yang bertuliskan nama Raja disana.

"Kita belum sempet bertemu, sayang. Kenapa kamu pergi duluan? Nanti mommy sama siapa? Uncle gak bisa terus ada disamping mommy.."

"Uncle tau ini takdir Tuhan. Tapi uncle sama mommy kamu belum bisa menerima semua ini.. maafin uncle. Maafin mommy juga ya? Istirahat dengan tenang di sisi Tuhan. Uncle janji bakal jagain Mommy. Oke?"

"Uncle pulang ya Raja.. tidur dengan nyenyak sama Tuhan."

***

Jinan berdiri di ambang pintu ruang inap seseorang. Hatinya perih melihat seseorang itu terbaring lemah di bangsal rumah sakit dengan berbagai macam alat medis yang terpasang di tubuh wanita tersebut.

"Anin.." lirihnya.

Anin tak menoleh sama sekali pada Jinan, wanita itu menatap kosong kearah langit-langit kamar inapnya.

"Bertahan ya? Sedikit lagi.."

Dengan mata sembab Anin menoleh. "Untuk apa? Gak ada alasan untuk aku hidup lagi, Nan.." ia melirik perutnya yang sudah rata. Ia sentuh pelan. "Alasan satu-satunya untuk aku tetap hidup cuma Raja, sekarang Raja udah pergi. Buat apalagi aku bertahan?"

"Raja mau mommy nya tetep bertahan.." bisik Jinan sambil mengusap rambut Anin.

Anin menggeleng lemah. "Aku mau sama Raja.."

"Belum waktunya. Nanti ada saatnya lo ketemu sama Raja.. sekarang lo fokus sama kesembuhan lo."

"Aku benci penyakit ini, Nan. Penyakit ini udah renggut Raja."

"Raja tetep ada di hati kita.. udah ya? Semuanya udah takdir. Kita gak punya kuasa buat lawan takdir itu."

Tangan Jinan terangkat menghapus air mata yang menetes dari sudut mata Anin. "Gapapa, nangis sepuasnya. Abis itu janji sama gue kalo lo bakal bangkit lagi."

"Aku capek, Nan.."

"Lo boleh istirahat sampai kapan pun buat hilangin rasa capek itu."

"Selamanya, boleh ya?"

Jinan menggeleng lemah. "Big no, Anin.."

"Aku lagi pengen sendiri, pergi dari sini Nan, bisa?"

Jinan mengangguk pelan. Sebelum keluar, ia kecup kening Anin lembut.

Tak ada getaran di hati Anin ketika merasakan sentuhan dari Jinan. Yang ada hanyalah kekosongan. Semuanya hampa.

Jinan duduk di kursi panjang yang ada di taman rumah sakit. Tatapannya kosong, otaknya berpikir keras.

Dalam jangka waktu lima hari, ia harus menemukan jantung yang cocok untuk Anin. Karena kondisi Anin sudah sangat memburuk.

Iya, Anin memiliki penyakit jantung. Dan itu sangat menyiksa Anin. Dan berhasil merenggut bayi yang masih berada di dalam perut Anin.

Inilah alasan kenapa Jinan menentang keras permintaan Cindy yang memintanya untuk menjauhi Anin. Ia ingin menjaga Anin di sisa hidupnya. Berharap Anin mampu melawan penyakit ganas yang bersarang di tubuhnya, dan bisa hidup lebih lama lagi.

Flashback

Jinan menemukan kertas dari saku jaket yang sempat ia pinjamkan kepada Anin.

Ia buka kertas itu, ternyata terdapat sebuah tulisan. Jinan pun mulai membacanya dengan seksama.

Waktu; Cinan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang