Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka pun sampai di Bandara. Jinan turun lebih dulu dan menurunkan kopernya yang ada di bagasi mobil.
"Sampe sini aja. Lo bentar harus kuliah kan?"
Cindy mengangguk, hatinya berat harus merelakan Jinan pergi tanpanya.
Melihat Cindy hanya terdiam, Jinan pun mendekatinya. Mereka nyaris tanpa jarak.
Dengan tiba-tiba Jinan memeluk Cindy erat, membuat Cindy terkejut. Dengan ragu, Cindy pun membalas pelukan tersebut tak kalah erat.
Mereka berpisah untuk yang kedua kalinya. Mungkin ini akan menjadi pelukan terakhir mereka sebelum nanti mereka akan benar-benar ada di jalannya masing-masing.
"Makasih untuk semuanya ya Cin.."
"Cinta lo udah bener-bener gak ada buat gue, Ji?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Cindy.
Jinan mengurai pelukannya. "Maksud lo?"
"Gimana gue nerima perjodohan itu sedangkan hati gue masih terikat sama lo Ji."
Jinan mengusap sudut mata Cindy yang berair. "Cinta lo tulus Cin. Rasanya gue gak pantes lagi nerima cinta itu. Coba buka hati ya? Pilihan Papa lo pasti yang terbaik buat lo."
"Kasih tau gue, siapa wanita yang mau lo nikahi? Gue pengen mastiin kalo dia lebih baik dari gue."
"Gue gak ada waktu lagi. Lo hati-hati bawa mobilnya ya?" Jinan mengalihkan pembicaraan
"Siapa wanita itu, Ji?"
"Gue harus pergi, Cin. Sampai bertemu di Jakarta nanti ya?"
Jinan kembali memeluk Cindy, hanya sekilas. Setelah itu Jinan pergi dengan membawa kopernya meninggalkan Cindy.
Meski berat, ia terus menyeret langkahnya meninggalkan Cindy yang tertinggal jauh di belakangnya. Hingga akhirnya ia harus benar-benar masuk ke dalam pesawat, meninggalkan semua kisahnya bersama Cindy di negara ini. Negara yang memberikannya banyak sekali kenangan, negara yang mungkin akan ia datangi beberapa tahun mendatang untuk mengenang semua kisahnya bersama Cindy.
Saatnya Jinan membuka lembaran barunya. Kisah yang lama biarlah menjadi kenangan saja, ia akan membuka kisah barunya nanti.
Ia tutup bukunya sampai disini. Ia akan membukanya kembali dengan coretan baru yang lebih indah dari ini.
Dengan hati kosong, hampa, sedih, dan kecewa. Cindy harus tetap melanjutkan hidupnya sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir. Setelah mengantar Jinan ke Bandara, ia harus pergi ke kampusnya.
Di perjalanan, air mata tidak pernah berhenti mengalir, membuat pandangannya memburam. Hatinya sakit, hatinya kecewa. Siapa yang sebenarnya salah disini? Hatinya? Harapannya? Bukan kah kita sebagai seorang manusia selalu memiliki harapan? Dan hidup tidak selalu sesuai dengan harapan. Ada yang melesat sangat jauh dari apa yang diharapkan, dan membuat kecewa yang mendalam bagi si pemilik harapan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu; Cinan (Selesai)
Fanfiction"Aku berharap mampu memundurkan waktu sehingga aku bisa bertemu denganmu lebih awal dan meluangkan waktu lebih banyak bersamamu."