ACDD 02# PESANTREN DARUL-QUR'AN

37.8K 2.3K 55
                                    

ACDD 02# PESANTREN DARUL-QUR'AN

"Pujian itu bagaikan hama pada pohon yang rindang. Memusnahkan jika seseorang tidak menanggapinya dengan bijak."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

Aisfa menatap jengah bangunan tinggi di depannya. Tempat yang ia hindari dari dulu. Konon katanya hidup di pesantren itu tidak bebas. Banyak peraturan yang yang mengekang. Dan kalau melanggar akan dihukum. Semua santrinya harus disiplin dalam segala hal. Tidak boleh memegang alat elektronik, tidak boleh keluar, makanan tidak enak, kamar dan tempat mandi harus berbagi.

Seorang Aisfa yang terbiasa hidup dirumah megah dengan segala fasilitas dan kemewahan orangtuanya, mana bisa hidup di lingkungan seperti itu. Rasanya Aisfa tidak akan mampu bertahan lama.

"Ayo, Nak," ajak Naysila—ibu sambung Aisfa engan lembut pada putrinya.

Sebelum masuk, Naysila merapikan kerudung putrinya terlebih dahulu. Untuk pertama kalinya, hari ini Aisfa tampil menggunakan gamis panjang dan longgar. Rambutnya yang hitam panjang tertutup kain segi empat cukup lebar, dan yang membantu Aisfa untuk penampilannya saat ini adalah Naysila.

Tidak mudah bagi Naysila membujuk putrinya memakai pakaian tersebut, hingga Adzriel harus memarahinya terlebih dahulu barulah Aisfa menurutinya.

Tanpa banyak berkata, Aisfa mengikuti langkah ibunya juga ayahnya memasuki sebuah rumah sederhana yang berdiri di depan masjid. Berjarak beberapa meter dari masjid, berdiri kokoh bangunan asrama santri putra. Sedangkan asrama santri putri terletak di bagian belakang ndalem

"Assalamualaikum, Gus," salam Adzriel pada lelaki paruh baya yang kebetulan sedang memberi makan burung beonya diteras.

Laki-laki berjubah putih disertai sorban yang terlilit di kepalanya itu sedikit terkejut dengan kehadiran Adzriel. Beliau pun segera menyambut tamunya dengan ramah. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. MasyaAllah ada tamu. Mari silakan masuk."

Keempat orang itu akhirnya masuk ke dalam rumah minimalis bernuansa islami milik Gus Adnan. Banyak foto ulama dan pajangan kitab tebal di sana. Entah mengapa hati Adzriel berdesir hangat ketika memasukinya. Dalam hati, ia berharap semoga keputusannya memasukkan Aisfa kepesantren adalah yang terbaik agar putrinya bisa belajar ilmu agama dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Tanpa berbasa-basi, Adzriel mengutarakan niat kedatangannya, yaitu untuk memasukkan Aisfa ke PP. Darul-Qur'an. Dan dengan senang hati Gus Adnan selaku pengasuh PP. Darul-Qur'an menyambut niat baik itu.

Gus Adnan sangat senang jika ada anak muda mau belajar di pesantren, mengingat perkembangan zaman yang semakin tua, semakin aneh saja. Kebathilan dan kemungkaran di mana-mana dan parahnya di lakukan secara terang-terangan dan penuh bangga. Seolah hal tersebut adalah hal yang wajar. Dan seakan rasa malu mereka telah hilang kepada sang pencipta. Mereka mengaku beriman, tapi prilaku mereka menunjukkan seolah tak bertuhan.

"Nak Aisfa ini umurnya berapa?"

"18 tahun, Gus."

"SMA kelas dua belas?"

"Betul, Gus."

"Di pesantren ini, selain ada pendidikan agama juga terdapat pendidikan formalnya. Jadi Nak Aisfa bisa urus surat pindah dan melanjutkan sekolahnya di sini," ujar Gus Adnan agar Aisfa tetap melanjutkan sekolahnya walau di pondok.

"Saya akan segera mengurusnya, Gus."

Seorang wanita dengan balutan pakaian syar'i ikut menemui tamunya. Beliau adalah Ning Hanaya, istri Gus Adnan.

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang