ACDD 03# BENCANA

32.4K 2.2K 12
                                    

ACDD 03#  KABUR

"Sungguh, ditusuknya kepala seorang dari kalian dengan jarum besi, lebih baik baginya dibanding menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya." [Al-Hadis]

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

"Aws... sakit bodoh!" maki Aisfa saat Syafa membersihkan lukanya.

Syafa yang mendapatkan tugas dari Gus Alfatih untuk mengobati luka di kening Aisfa menghela napas berusaha sabar. Sejujurnya dadanya sudah sesak ingin memuntahkan kekesalannya karena Aisfa tidak bersikap baik padanya.

"Jangan bicara kasar, di sini ndalem," bisiknya.

"Bodo mat! Gue udah terlanjur kesal sama semua orang," balas Aisfa semakin menaikkan volume suaranya. Matanya menatap sinis ke arah Syafa.

Syafa yang mulai terbawa emosi, refleks menekan luka di kening Aisfa, membuat gadis itu berteriak. "SAKIT ANJIR!"

"Bicara kasar sekali lagi, aku tinggalin kamu di sini, biar di didik sama Ning Naya secara langsung," ancam Syafa tak tanggung-tanggung.

"Lebih baik gitu, daripada tinggal sama santri-santri gak ada akhlak."

Syafa sudah geram. Ingin sekali ia membalikkan perkataan santriwati baru itu dengan mengatakan, "Emang kamu sendiri punya akhlak? Gus Alfatih saja tampar."

Namun, tentu saja ia dapat menahannya karena tidak ingin menghancurkan reputasinya sebagai santri yang belajar ilmu agama dan sudah sepatutnya mengamalkannya juga. Syafa pun takut menyakiti perasaan Aisfa.  Sebab Allah tidak suka hambanya yang sesama muslim saling menyakiti.

"Astaghfirullah, kalian kenapa ribut?" tanya Ning Ainun—adik perempuan Gus Alfatih menghampiri keduanya.

Perempuan itu baru keluar dari kelas sehabis mengajar dan ketika pulang ke ndalem disuguhi pemandangan yang tidak menyenangkan.

"Afwan, Ning. Kalau kami membuat keributan. Saya di perintahkan Gus Alfatih untuk mengobati lukanya. Dan dia berteriak kesakitan karena saya gak sengaja menekan lukanya," jelas Syafa tidak ingin menyudutkan teman barunya.

Ning Ainun melirik ke arah Aisfa. Bibirnya membentuk senyum tipis karena baru pertama kalinya melihatnya. "Nama kamu siapa?"

"Aisfa," jawab Aisfa datar.

"Santri baru ya?" Kentara jelas dari koper yang ada di ruangan itu.

"Iya."

Ning Ainun mengulurkan tangannya bermaksud mengenalkan dirinya pada Aisfa. "Aku Ainun, anak kedua Abi Adnan."

Dengan ragu Aisfa menyambut uluran tangan itu. Hanya sebentar sebelum suara seseorang mengalihkan perhatian mereka.

"Apa lukanya sudah di obati?"

"Sudah, Gus."

"Baguslah."

Ning Ainun mengernyitkan dahinya melihat bekas kemerahan di pipi kakaknya. "Loh, Bang. Itu pipi kamu kenapa merah?"

"Tadi ditampar sama mbak yang itu," timpal Gus Afnan sembari mengedikkan dagunya pada Aisfa.

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang