ACDD 05# MASALALU KELAM

30K 2K 24
                                    

ACDD 05# MASALALU KELAM

"Karena mungkin memang benar, bahwa orang jahat itu terbentuk dari orang yang baik namun tersakiti."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

Usai melaksanakan salat subuh berjamaah dan berdzikir, semua santri mengaji bersama di dalam masjid yang sudah diberi pembatas antara laki-laki dan perempuan.

Masing-masing dari mereka membentuk kelompok. Di tiap-tiap kelompok berisi lima orang dan terdapat seorang ustadzah yang membimbing, jika santriwati. Apabila santriwan maka dibimbing oleh ustadz.

Sedangkan Aisfa sendiri, dibimbing langsung oleh Ning Naya karena ia masih belum lancar membaca Al-Qur'an. Namun, anehnya pagi ini, Aisfa tidak melihat tanda-tanda kedatangan Ning Hanaya, membuat Aisfa merasa bosan menunggu.

Akan tetapi penantiannya mendapatkan sebah jawaban, saat seorang pemuda memanggil namanya dan menyuruhnya agar mengaji luar. Sekali itu Aisfa dapat menyimpulkan bahwa Gus Alfatih tidak suka berada di area santriwati. Tanpa banyak bertanya Aisfa menurut.

Mereka kini berada di teras masjid yang masih terjangkau oleh santri dan para asatidz sehingga mereka terhindar dari fitnah.

"Umi Naya kemana?" tanya Aisfa yang penasaran.

"Ada urusan." Aisfa mengangguk.

"Baca," titah Gus Alfatih berusaha bersikap tenang padahal di dalam hatinya sudah ketar-ketir merasakan gugup. Sebelumnya ia tidak pernah duduk sedekat ini dengan seorang akhwat yang bukan mahramnya. Jadi tak heran jika sekarang ia salah tingkah. Namun, masih tertutupi dengan aura dinginnya.

Aisfa mengangguk patuh. Gadis itu memulai dengan merapal basmalah lalu mengulangi surat Al-Baqarah ayat 1-10 yang kemarin diajarkan Ning Naya. Kata Ning Naya, sebaiknya dirinya mengulang surat tersebut sampai lancar, baru setelah itu berpindah. Aisfa manut saja.

"Alif lam miim."

"Alif laam miim, Lam-nya kurang panjang," koreksi Gus Alfatih tanpa menatap wajah Aisfa.

Aisfa mengulang kembali bacaannya yang salah sampai benar. "Alif laam miiim."

"Dzaalikal Kitaabu laa raiba fiih, hudal lilmuttaqiin."

"Alladhiina yu'minuuna bilghaybi wayuqiimuunas salata wamimma razaqnahum yunfiquuun."

Aisfa melirik Gus Alfatih sekilas khawatir bacaannya salah. Namun, pemuda itu terlihat memejamkan matanya dan tidak terlihat ingin mengoreksi.

Aisfa kembali melanjutkan. "Waalladhiina yu'minuuna bimaa unzila ilayka wama unzila min qablika wabialakhirati hum yuuqinuun."
"Ulaika 'Aala hudan min rabbihim waulaika humul muflihuun."

"Mirrabbihim bukan min rabbihim. Jika ada ada nun mati bertemu huruf Ra' maka hukum bacaannya idghom bighairi ghunnah atau bilaghunnah. Cara membacanya, nun dimasukkan pada huruf Ra' tidak boleh dengung dan harus jelas."

"Mirrabbihim," ulang Aisfa yang kini menirukan Gus Alfatih. Gus Alfatih mengangguk.

Aisfa melanjutkan ayat selanjutnya dengan suara sedikit bergetar karena gugup. Gadis itu khawatir jika bacaannya salah lagi. Ia merasa malu pada Gus Alfatih mengingat usianya sudah dewasa tapi masih belum bisa membaca Al-Qur'an dengan baik. Sedangkan di dalam sana ada banyak santri yang usianya lebih muda darinya akan tetapi sudah lancar dan fasih. Bahkan tak sedikit yang sudah hapal Al-Qur'an. Bagaimana Aisfa tidak merasa insecure dan malu?

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang