ACDD 20# STALKING

26.3K 1.7K 117
                                    

ACDD 20# STALKING

"Dalam hidup, ada beberapa kenangan yang tidak dapat di lupakan. Walau menyakitkan terkadang ada hikmah yang bisa dipetik. Sedang kamu adalah pelajaran terbaik yang pernah hadir meski sesaat."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

Gus Alfatih melamun di balkon sebuah kamar yang pernah menjadi rumah di masa kecilnya. Malam ini, ia dan keluarganya berada di Jawa Timur, lebih tepatnya kedatangan mereka ke sana karena ingin meresmikan perjodohan Gus Alfatih dengan Ning Izza, cucu dari pemilik pesantren.

Muhammad Alfatih Adnan Zayn pertama kali membuka matanya dan dapat melihat dunia di kota ini. Ia tumbuh bersama gadis Shalihah bernama Izza Syahirah yang merupakan adik sepupunya.

Gus Adnan dan Gus Afkar—Abinya Ning Izza adalah teman dekat sekaligus masih memiliki hubungan kekeluargaan. Oleh karena itu di saat usia Gus Afkar masih belum pantas memimpin pesantren, Gus Adnan-lah yang meng-handle pesantren Darul-Falah, sampai jabatan itu di berikan kembali kepada Gus Afkar saat beliau sudah mumpuni. Kemudian Gus Adnan meneruskan pesantren milik Alm. orang tuanya yang berada di Jakarta.

Gus Alfatih menatap sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya dengan sorot mata sedih. Cincin itu menandakan bahwa ia telah resmi menjadi tunangan seseorang. Sebuah tawa kecil yang terdengar menyakitkan keluar dari celah bibirnya. Ia sendiri tidak percaya bahwa dirinya telah terikat dengan seseorang, di saat hatinya masih tertaut pada gadis lain. Ia merasa dirinya sangat munafik saat ini.

"Ya Rabb, salahkah jika aku menginginkan dia? Walau kini, aku telah terikat dengan seseorang, bukankah tidak ada sesuatu yang mustahil jika Engkau berkehendak? Maaf, jika permintaanku lancang. Aku hanya tidak ingin menyakiti hati seorang gadis yang kuanggap sebagai adik sendiri. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dariku."

"Namun, jika keputusan-Mu saat ini merupakan keputusan yang terbaik untukku, maka bantulah aku untuk melupakannya, Ya Rabb. Engkaulah yang maha tahu mana yang terbaik untukku."

🕊🕊🕊

"Shadaqallahul 'adzim," rapal Aisfa mengakhiri setorannya malam ini. Gadis itu menguap pertanda sudah mengantuk, padahal masih belum adzan Isya'.

Maklum aktifitasnya semakin padat. Selain fokus sekolah dan belajar, ia kini mulai fokus mengambil kelas Tahfiz dan mulai menghapal Al-Qur'an. Dan yang menjadi pembimbing hapalannya adalah Asyraf.

Sebenarnya bisa saja Aisfa dibimbing oleh Ustadzah Tahfiz di pondok, tapi apalah daya saat umi Khadijah meminta ustadz muda itu agar membimbing hapalannya. Walau Aisfa harus berperang dengan batinnya sendiri karena tidak terlalu suka dengannya, tapi ia harus bersikap profesional layaknya guru dan murid.

"Kamu gak tidur siang tadi?" tanya Asyraf.

"Nggak, ngejar hapalan," jujurnya.

Asyraf tersenyum haru. "Sesemangat itu ya menghapal? Kalau boleh tahu apa motivasi kamu ingin menjadi Hafizah?"

Aisfa menunduk dengan tangan yang mencengkram gamisnya. Saat ini mereka tidak sedang berduaan di musala. Ada Umi Khadijah yang memantau keduanya.

"Aku ingin memakaikan mahkota untuk bunda, ayah dan ibu. Selain itu, aku ingin tahu kandungan Al-Qur'an dan aku ingin mengamalkannya."

Aisfa (Cinta dalam Doa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang