Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam saat Barra baru saja selesai mandi setelah kembali dari klinik. Ia berjalan keluar kamar lalu menuju dapur. Pria itu membuka kulkas mencari minuman kaleng atau apapun yang bisa menghilangkan rasa hausnya. Namun, sayangnya persediaan minuman Barra sedang kosong. Ia memang belum ke supermarket untuk mengisi persediaan kulkas atau pun bahan makanan yang lain. Selain tidak ada yang mengingatkannya untuk ke supermarket, ia juga terlalu sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit dan klinik.
Kemudian Barra kembali masuk ke kamar, ia mengambil dompet dan juga ponsel miliknya yang berada di nakas. Pria dengan kaus putih dan celana pendek hitam itu meninggalkan unit apartemen dan berniat menuju minimarket yang berada di lantai bawah. Dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana, Barra berjalan menuju lift. Selagi menunggu lift datang, kepalanya menoleh melihat ke arah jalan yang menuju unit Manda. Mungkin gadis itu sudah pulang dari kantor dan sedang berada di unitnya.
Begitu sangkar besi tersebut membawanya turun, Barra langsung melangkahkan kaki keluar. Ia menuju minimarket yang berada di dekat café. Tangan kanannya mendorong sebuah pintu kaca lalu menuju bagian lemari pendingin yang berada di sudut minimarket. Ia mengambil dua kaleng minuman lalu membawanya ke bagian kasir. Seharusnya Barra membeli persediaan lain untuk mengisi kulkas tetapi ia sedang malas berbelanja. Begitu membayar minumannya pun, ia langsung keluar minimarket.
Pria itu tak langsung kembali ke unitnya, Barra memilih menuju taman yang masih berada di lingkungan gedung apartemen. Ia mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi taman bercat putih lalu menumpukan kaki kanan pada kaki satunya. Sambil menikmati minuman, ia mengedarkan pandangan melihat suasana taman yang terlihat ada beberapa orang lain selain dirinya di sana. Mungkin mereka sedang mencari angin—sama seperti Barra—agar tidak stress terus menerus berada di unit. Ada juga anak-anak yang sedang berlari-larian di tempat bermain.
Barra menatap langit malam yang kala itu terlihat begitu bersih tanpa ada hamparan jutaan bintang. Hanya ada sang rembulan. Sendiri tanpa bintang, yang terlihat begitu kesepian. Sama halnya dengan Barra. Pria itu masih menatap langit tanpa bintang dengan pikiran menerawang. Beberapa orang mengatakan jika langit malam dengan jutaan bintang maka esok hari akan cerah. Lalu, jika langit malam tanpa bintang maka esok hari akan hujan.
Benar kah begitu?
Pantas saja Barra merasa hari-harinya seperti selalu dipenuhi langit mendung, gerimis atau pun badai hujan besar. Sebab bintangnya memang tidak pernah ada. Tidak pernah menghiasi hari-harinya. Memang siapa bintang yang dimaksud Barra? Entah lah. Pikirannnya mulai melanglang buana tidak jelas.
Ia kembali meneguk minuman lalu mengalihkan pikiran dan juga pandangannya. Kini matanya tertuju pada gedung apartemen yang sudah menjadi tempat tinggalnya selama satu tahun ini. Satu-satunya alasan Barra memilih tinggal di apartemen yaitu karena ingin hidup mandiri. Meskipun sesungguhnya begitu lulus sekolah dan kuliah di luar kota, ia sudah hidup mandiri sejak saat itu.
Tidak pernah terpikirkan oleh Barra kalau sampai dengan saat ini ia masih terus tinggal di gedung apartemennya. Sebab sebelumnya ia berencana, begitu menikah ia akan membangun sebuah rumah lalu mengajak istrinya tinggal di rumah tersebut. Membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. Namun, semua hanya lah tinggal rencana. Semua tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. Meskipun begitu Barra tetap melaksanakan rencananya membangun sebuah rumah.
Sampai dengan saat ini rumahnya masih dalam tahap pembangunan. Mungkin dalam waktu dekat akan segera selesai. Lalu, ia akan segera pindah ke rumah barunya. Dan Manda? Barra tidak perlu memusingkannya sebab mungkin saja saat rumahnya selesai, hubungan mereka segera berakhir. Manda pasti akan langsung menggugat cerai begitu waktu lima bulan pernikahan mereka berakhir agar ia bisa segera meresmikan hubungannya dengan Deryl.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...