Jam di pergelangan tangan Barra menunjukkan pukul delapan malam. Si empunya terlihat baru saja kembali dari klinik. Ia melangkahkan kaki keluar dari lift kemudian berjalan menuju unit. Tangannya memasukkan beberapa angka yang menjadi password unitnya. Setelah terdengar suara kunci yang terbuka, Barra membuka pintu dan melangkahkan kaki masuk.
Pria itu menghempaskan tubuh di sofa ruang tengah. Ia menyandarkan kepala ke sandaran sofa dengan mata terpejam guna melepas rasa lelah. Barra tidak memiliki banyak pasien di klinik hari ini. Sehingga ia bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Ia sudah membayangkan dapat beristirahat lebih lama dari hari biasanya. Namun, tetap saja pria itu harus terjebak macet di jalan.
Mata Barra terbuka lalu ia mengangkat kepala. Ia menghela nafas saat menyadari kesepian seakan menjadi temannya sehari-hari. Padahal statusnya pun bukan lagi sebagai pria lajang. Namun, rasa kesepiannya melebihi seorang pria yang tak memiliki kekasih. Andaikan disetiap harinya ada seseorang yang menyambutnya ketika pulang bekerja dengan senyuman. Mengambilkannya segelas air. Menyiapkan air untuknya mandi dan lain sebagainya. Dan seseorang disebut sebagai istri.
Barra memang memilikinya. Namun, entah lah. Ia sedang tidak ingin membahas pernikahannya. Mau dibahas seperti apapun juga tidak akan mengubah keadaan. Apa yang Barra bayangkan tadi hanyalah sebatas keinginan saja. Entah keinginannya dapat terwujud atau tidak. Bahkan saat ini, disaat ia masih ingin mempertahankan pernikahannya. Justru istrinya sendiri yang menginginkan pernikahan mereka berakhir.
Mengingat itu semua hanya membuat Barra menghela nafas. Terlalu pusing memikirkan semuanya. Tubuhnya yang sudah lelah, akan semakin lelah hanya karena memikirkan hal tersebut. Barra pun berniat untuk membersihkan tubuh sebelum beristirahat. Namun, saat ia akan beranjak dari sofa, matanya tak sengaja melihat suatu benda yang ia rasa bukan miliknya berada di bawah sofa satunya.
Pria itu sudah berjongkok di dekat sofa dan sedikit membungkukkan tubuh dengan tangan terulur mengambil benda berwarna hitam tersebut. Saat benda tersebut sudah berhasil ia dapatkan, dahinya mengernyit begitu menyadari benda berwarna hitam itu merupakan sebuah dompet. Sudah pasti itu bukan dompetnya tetapi milik siapa. Seingatnya, tidak banyak tamu yang datang ke unitnya akhir-akhir ini.
Kemudian Barra membuka dompet tersebut bermaksud ingin melihat identitas si pemilik. Tatapannya langsung tertuju pada sebuah foto yang tersimpan di dompet tersebut. Foto seorang gadis cantik yang dirangkul oleh seorang pria. Gadis itu adalah Amanda. Sementara pria itu merupakan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya. Dan Amanda pun sangat menyayanginya.
Pria itu bukan Barra. Bukan juga Deryl. Melainkan Alan. Ya, Barra sangat mengetahui kedekatan kakak beradik itu. Sejak kecil sampai dengan saat ini. Terlebih mereka memang hanya dua bersaudara. Sebelum menikah, Amanda sangat manja pada Alan. Alan pun sangat menyayangi adik semata wayangnya. Masih teringat jelas dalam benak Barra, saat ia dan Manda akan menikah Alan berpesan padanya untuk tidak menyakiti Manda dan selalu membahagiakannya. Sampai dengan saat ini pun, Barra masih terus berusaha menepati janjinya.
Sepertinya dompet Manda tertinggal saat kemarin gadis itu berada di unitnya. Dan sepertinya Manda tidak menyadari hal itu. Sebab Manda tidak menghubungi atau bertanya apapun pada Barra. Pria itu pun membawa dompet Manda ke kamar dan berniat akan mengembalikannya setelah ia mandi nanti.
Hampir setengah jam kemudian, Barra sudah selesai mandi. Ia pun sudah berganti pakaian dengan kaus hijau dan juga celana panjang hitam. Dengan membawa dompet hitam milik Manda, ia berjalan keluar unit. Kakinya terus melangkah melewati lift yang sedang bergerak naik kemudian berbelok menuju unit istrinya. Biasanya jika sedang tidak lembur, Manda sudah pulang di jam seperti ini.
Tangan Barra menekan bel yang berada di sisi pintu. Meskipun ia mengetahui password unitnya dan meskipun juga seseorang yang tinggal di unit tersebut adalah istrinya, tak enak jika ia langsung masuk begitu saja. Barra tetap ingin menekan bel agar Manda membukakannya pintu. Tak lama berselang, pintu terbuka menampilkan Manda yang berdiri di hadapannya dengan kaus abu-abu dan celana hitam di bawah lutut.
![](https://img.wattpad.com/cover/307835008-288-k503996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ЧиклитDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...