Barra baru saja selesai mandi. Ia sudah berpakaian dengan kaus berkerah berwarna hijau army yang ditimpali dengan celana pendek krem. Ia berdiri di depan cermin sedang merapihkan rambut. Sekitar satu jam yang lalu ia kembali dari unit Manda. Saat ia terbangun gadis itu masih tertidur. Barra pun sempat mengecek kembali kondisinya yang sepertinya belum membaik. Manda masih demam.
Kemudian sebelum kembali ke unit, Barra terlebih dahulu membuatkan sarapan untuk Manda. Ia juga sempat menikmati sarapannya di sana. Setelahnya ia baru membangunkan Manda dan memintanya sarapan. Sekaligus memberitahu gadis itu kalau ia akan ke unitnya untuk mandi dan setelahnya ia akan kembali lagi. Manda sudah memintanya untuk tidak kembali lagi karena ia tidak ingin merepotkan Barra. Namun, tetap saja Barra akan menemaninya.
Terdengar suara dentingan ponsel. Barra berbalik badan lalu melangkah menuju nakas. Tangannya mengambil ponsel hitam miliknya, membuka sebuah chat yang baru saja ia terima. Barra terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali meletakkan ponsel dan berjalan keluar kamar. Pria itu membuka pintu utama lalu dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celana, ia menuju unit Manda.
Begitu memasukkan password unit Manda, ia membuka pintu lalu melangkah masuk. Sebelum ia melangkah menuju kamar istrinya, ia melihat pintu geser balkon yang terbuka. Barra pun melangkah ke balkon dan menemukan Manda yang duduk di kursi dengan kedua kaki yang dinaikkan dan mata terpejam. Sinar mentari pagi terlihat menyorot langsung wajahnya yang terlihat sedikit pucat.
Dahi Manda mengernyit begitu ia merasakan seperti ada yang menghalangi sinar mentarinya. Ia pun membuka mata dan menemukan Barra yang berdiri di hadapannya dengan kedua tangan yang masih berada di saku. Gadis itu membenarkan posisi duduk lalu gerakannya terhenti begitu merasakan tangan Barra yang menempel di dahi. Dalam beberapa detik, Manda merasa tubuhnya membeku karena sentuhan tangan Barra. Kemudian mendongak begitu Barra menarik tangan.
"Udah baikan, kok."
Barra menyandarkan punggung ke besi pembatas balkon. "Masih demam. Istirahat di kamar aja."
Kepala Manda mengangguk. "Sebentar lagi. Aku masih mau di sini." Ia kembali memejamkan mata.
Tatapan Barra terus tertuju pada wajah Manda. "Tadi mama chat katanya mau ke sini sama Bitha." Ia menjeda ucapan saat Manda membuka mata. "Nanti aku bilang aja ke mama kalau kita lagi di luar."
"Enggak usah. Mama pasti mau ketemu kamu. Aku ganti baju dulu setelah itu kita ke unit kamu."
Setelah mengatakan kalimatnya, Manda bangkit dari kursi lalu menuju kamar. Barra hanya terdiam memperhatikannya. Ingin menolak keinginan gadis itu pun rasanya sulit. Ucapan Manda terdengar seperti sudah final. Mereka hanya akan berakhir dengan berdebat sementara Barra sedang tidak ingin berdebat.
Kemudian Barra berbalik badan menatap langit luas di atas ibukota. Ia menghela nafas. Dalam hati ia bertanya-tanya kapan semuanya akan berakhir. Kapan mereka tidak harus lagi seperti ini. Berpura-pura di hadapan semuanya dan keluarga mereka. Rasanya Barra sudah sangat muak dengan semuanya. Ia sudah tidak ingin lagi terus seperti ini. Namun, sesungguhnya Barra pun tidak tahu harus melakukan apa.
Setengah jam kemudian, keduanya sudah berada di unit Barra. Manda berada di ranjang tidur pria itu sementara si empunya sedang di dapur mengambil segelas air. Sebelumnya Manda sudah meminta agar ia di sofa ruang tengah saja tetapi Barra memaksa untuk beristirahat di kamar. Hal seperti ini yang membuat rasa bersalah Manda pada Barra semakin besar. Pria itu sangat baik padanya.
Manda mengedarkan pandangan melihat kamar Barra yang tak berubah. Semua masih sama seperti beberapa bulan lalu. Rapih dan wangi. Semua barang tersimpan rapih di tempatnya. Kemudian pandangan Manda tertuju pada sebuah bingkai foto yang berada di nakas sisi ranjang. Sebelumnya, di sana tersimpan foto pernikahan mereka. Namun, saat ini foto tersebut berganti menjadi foto Barra.
![](https://img.wattpad.com/cover/307835008-288-k503996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...