Manda mematikan kran air lalu mengeringkan tangan pada kain yang tergantung di dinding. Ia baru saja selesai mencuci piring setelah tadi sarapan bersama Barra. Gadis itu menuju kulkas, membuka pintu lemari pendingin tersebut lalu mengeluarkan beberapa sayuran dan bahan lainnya. Namun, begitu teringat sesuatu, ia kembali menutup kulkas dan berjalan keluar dapur.
Kakinya melangkah ke sofa ruang tengah dimana terlihat Barra yang duduk di sana dengan kedua kaki di luruskan ke meja dan ada ipad di pangkuannya. Sama seperti Manda, pria itu masih mengenakan setelan tidur dengan rambut yang masih berantakan. Ia menoleh begitu Manda menghempaskan tubuh di sampingnya lalu memajukan wajah mencium pipi istrinya.
"Kamu ada rencana apa hari ini?"
Barra terlihat berpikir kemudian menggeleng. "Enggak ada. Aku enggak kemana-mana hari ini."
"Enggak ke rumah sakit? Kamu belum lihat kondisi mama."
Pria itu kembali menatap ipad. "Besok aja. Aku juga udah telepon mama semalam."
"Mama pasti nunggu kamu datang." Manda menjeda ucapan. "Kamu ke sana, ya. Jenguk mama. Nanti aku buatin bubur buat mama terus sekalian kamu bawa."
Barra menoleh. "Aku sendiri? Kamu kenapa enggak ikut?"
Gadis itu mengalihkan tatapan, menghindari tatapan suaminya. "Aku banyak kerjaan." Ia tersenyum saat kembali menatap Barra.
Tentu saja Barra merasa tak yakin dengan jawaban istrinya. Pasti ada yang terjadi diantara mamanya dan Manda tadi malam. "Mama usir kamu ya tadi malam?" Tebak Barra. Sebab ia yakin kalau bukan karena hal tersebut, Manda pasti akan ikut dengannya.
"Sok tahu, deh." Ucap Manda seraya mengubah posisi duduk menjadi menghadap depan.
Sebelah lengan Barra menyenggol lengan istrinya. "Kamu itu enggak bisa bohong tahu sama aku. Aku tahu kapan kamu lagi bohong dan kapan kamu jujur."
Manda menoleh menatap suaminya. Ia tersenyum kecil. "I'm fine."
"Tapi aku enggak. Aku enggak suka dengan sikap mama ke kamu."
"Jangan marah ke mama. Sikap mama itu wajar karena aku buat salah dan udah kecewain mama." Saat Barra hendak membuka mulut kembali membantah ucapan Manda, istrinya itu sudah lebih dulu memajukan wajah mengecup bibir Barra. "Aku enggak mau dibahas lagi. Aku enggak apa-apa kok sama sikap mama. Aku paham dan ngerti banget sama perasaan mama. Aku cuma enggak mau kamu marah ke mama dan hubungan kamu ke mama jadi renggang. Kamu harus bersikap seperti biasanya ke mama." Ia tersenyum. "Kalo gitu aku buat bubur dulu supaya nanti langsung dibawa sama kamu ke rumah sakit."
Setelahnya Manda langsung beranjak dari sofa dan kembali ke dapur. "Sayang, aku enggak mau ya kamu cuma kecup gitu aja. Awas aja, nanti aku balas." Ucap Barra yang dibalas gelak tawa oleh Manda.
***
Beberapa jam kemudian, Barra sudah tiba di rumah sakit. Pria dengan kemeja casual hitam bercorak putih itu berjalan seraya menenteng paper bag yang berisi bubur buatan istrinya. Barra terus melangkah menuju kamar rawat mama Lita. Ia membuka pintu bercat putih tersebut lalu melangkah masuk seraya mengucapkan salam. Saat dirinya menutup kembali pintu di belakangnya, terdengar suara seseorang menjawab salam.
Terlihat mama Lita yang terbaring di ranjang dan tengah menonton televisi. Sementara papa Budiatma berada di sofa sambil membaca koran. Barra menghampiri sang papa, mencium punggung tangannya—begitu juga pada mama Lita. Perempuan paruh baya itu tersenyum begitu melihat kedatangan putranya. Sebab sejak semalam ia sudah menunggu kedatangan Barra. Ia sempat merasa kecewa saat Barra menghubungi dan mengatakan tidak bisa menjenguknya di rumah sakit tadi malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/307835008-288-k503996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...