Barra melirik jam yang berada di pojok kanan bawah komputernya. Pukul lima sore lebih tiga puluh menit. Tak terasa hari sudah sore, waktu memang sangat cepat berlalu. Bersamaan dengan itu terdengar suara dentingan kecil yang berasal dari ponsel. Tangannya terulur mengambil benda pipih tersebut, ia menyandarkan punggung ke sandaran kursi seraya membaca sebuah chat yang baru saja ia terima.
Tangannya bergerak lincah membalas chat dari istrinya. Manda memberitahu kalau sebentar lagi, ia akan tiba di rumah sakit. Kemudian Barra meletakkan ponsel di meja dan mematikan komputer yang sebelumnya ia gunakan. Pria itu bangkit dari kursi lalu mengambil baju ganti dan membawanya ke kamar mandi. Ia harus mengganti baju scrub-nya terlebih dulu sebelum pulang.
Beberapa menit berselang, Barra keluar kamar mandi dan sudah berganti pakaian dengan kemeja yang lengannya digulung sampai siku berwarna navy dan celana kain hitam. Ia mengambil ponsel lalu memasukkan ke saku celana. Tak lupa juga Barra merapihkan beberapa kertas yang berserakan di meja lalu menyimpannya di laci. Setelahnya pria itu berjalan keluar ruangan.
Langkah pria itu dipercepat saat melihat sebuah lift yang berhenti di lantai ruangannya setelah sebelumnya terlihat seseorang yang baru saja keluar. Barra berhasil menekan tombol di sisi lift, menahan sangkar besi tersebut lalu melangkahkan kaki masuk. Saat dirinya tengah menekan tombol lantai tujuannya, terlihat seseorang yang juga memasuki lift dan berdiri di samping Barra. Sontak pria itu pun menoleh.
Ginna yang masih mengenakan baju scrub lengkap dengan jas dokternya tersenyum saat Barra menoleh. "Tumben banget gue masih lihat lo berkeliaran dijam sore kayak gini. Enggak ke klinik?"
Barra kembali menatap lurus ke depan melihat kedua pintu besi yang bergerak menutup. "Hari ini gue libur di klinik. Ada dinner bareng keluarga."
"Birthday dinner?" Tebak Ginna.
"Ya, semacam itu." Barra memasukkan kedua tangan ke saku lalu menoleh. "Lo belum balik?"
"Mau visit dulu."
Kepala Barra mengangguk-angguk paham. Kemudian terdengar suara dentingan lift bersamaan dengan sangkar besi tersebut yang berhenti di lobby rumah sakit. Pintu besi tersebut terbuka yang kemudian memperlihatkan dua orang gadis yang tengah berdiri di depan lift. Wajah Barra yang sebelumnya biasa saja langsung terlihat kaget dan tersenyum lebar. Berbeda dengan Manda yang tidak menunjukkan ekspresi apapun saat melihat suaminya berdua bersama Ginna di lift.
Barra dan Ginna melangkah keluar. Pria itu menghampiri istrinya lalu mencium pelipis Manda disaat gadis itu masih terus terdiam. Ginna pun tersenyum pada Sisil sebagai sapaan lalu menoleh menatap Manda dan Barra bergantian. "Seharusnya lo kali yang jemput Manda. Masa istri lo yang samperin ke sini." Ginna melirik Barra.
"Manda mau jenguk temannya." Jawab Barra.
Manda menatap Ginna lalu tersenyum saat gadis itu memberikan senyuman untuknya. Ia kemudian sedikit mendongak saat Barra bertanya padanya. "Bang Tom dirawat di kamar berapa?"
"Kamar Jasmine, 404."
"Yaudah, yuk." Tangan Barra merangkul pinggang istrinya lalu menatap Ginna. "Gin, duluan, ya."
Ginna menganggukkan kepala lalu tersenyum pada Manda dan juga Sisil. Ketiga orang itu memasuki lift yang akan membawa mereka ke lantai empat. Di lift, Manda berdiri di samping suaminya. Sementara Sisil berada di sisi Manda dan selangkah di belakang. Saat lift sudah bergerak naik, Barra menoleh menatap istrinya yang sejak tadi terus diam. Barra merasa ada yang berbeda dengan sikap Manda. Tak seperti biasanya.
"Kamu kenapa?"
Kepala Manda menoleh lalu menggeleng. "Enggak, aku enggak apa-apa."
Sisil yang berada diantara mereka hanya terdiam, ia cukup mengerti apa yang sedang dirasakan Manda. Sudah pasti ini ada hubungannya dengan Ginna. Gadis itu berubah menjadi pendiam saat melihat Barra bersama Ginna tadi. Padahal sebelumnya—sejak di kantor tadi—Manda yang sangat bersemangat dan sudah tidak sabar ingin ke rumah sakit. Bukan karena ingin bertemu bang Tomi tetapi karena ingin bertemu suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...