Langit cerah sudah berganti menjadi gelap. Sang mentari pun sudah kembali ke peraduannya. Tak ada bulan dan bintang yang biasanya terlihat menghiasi langit malam. Sepertinya keberadaannya terhalangi oleh awan tebal nan hitam. Rintik hujan pun sudah turun membasahi bumi diselingi kilatan petir dan gemuruh yang sesekali terdengar. Genangan air sudah terlihat menggenangi jalanan ibukota yang meskipun begitu tidak membuat jalanan sepi akan kendaraan.
Di sebuah bangunan dua lantai yang berada di pinggir jalan dengan plang yang bertuliskan family dental clinic, terlihat seorang pria berbaju scrub yang sedang mencuci tangan begitu selesai memeriksa pasien. Pasien yang baru saja meninggalkan ruangan merupakan pasien terakhirnya hari ini. Begitu selesai, ia kembali duduk di kursi yang menghadap komputer dengan si perawat yang sejak tadi membantunya merapihkan beberapa peralatan medis.
Jemari tangan si pria terlihat bergerak lincah di atas keyboard mengetikkan sesuatu. Matanya fokus menatap ke layar komputer dengan dahi yang sesekali mengernyit begitu menemukan sesuatu yang menurutnya tidak sesuai. Begitu selesai dengan pekerjaannya, pria yang biasa dipanggil dokter Barra itu mematikan komputer lalu bangkit dari kursi dan bergegas meninggalkan ruangan seraya melepas masker yang ia gunakan. Tak lupa juga ia menyambar ponsel miliknya dan menyimpan di saku baju.
"Dokter Barra, tadi ada kiriman dari ojek online untuk dokter."
Langkah Barra yang akan menuju ruangan terhenti, ia menoleh menemukan Lani-seseorang yang bertugas di meja pendaftaran berdiri di hadapannya dengan memegang sebuah paper bag coklat. "Buat saya?"
"Iya, dok."
Kemudian Barra mengambil paper bag tersebut dan mengucapkan terimakasih. Setelahnya ia kembali melanjutkan langkah menuju ruangan yang berada di lantai dua. Kepalanya refleks menoleh begitu melewati sebuah ruangan dimana terdengar suara tangisan kencang anak kecil di dalamnya. Ia sudah tidak heran lagi dengan hal tersebut bahkan suara tangisan anak kecil memang selalu menghiasi kliniknya setiap hari. Dan jika suara tangisan anak kecil masih terdengar itu tandanya, Ryan-teman sekaligus rekan sesama dokternya masih memiliki pasien.
Family dental clinic memang didirikan Barra bersama Ryan. Jika Barra bertugas melayani pasien dewasa maka Ryan bertugas melayani pasien anak-anak yang memiliki masalah dengan gigi mereka. Lantai satu diperuntukkan untuk tempat pendaftaran, ruang tunggu, ruangan pemeriksaan, apotik dan juga arena bermain yang disiapkan untuk pasien anak-anak. Sementara di lantai dua terdapat ruangan untuk Barra dan Ryan serta ada juga ruangan untuk menyimpan obat-obatan.
Barra memegang handle pintu lalu membukanya. Tak lupa ia kembali menutup benda persegi panjang tersebut. Pria itu meletakkan paper bag yang ia bawa di meja saat ponsel miliknya yang berada di saku baju berdering tanda ada yang menelepon. Ia mengambil benda pipih tersebut lalu melihat sebuah nama yang terpampang di layar. Mama-perempuan paling berharga dalam hidupnya dan Barra rela melakukan apapun agar mamanya bahagia.
Ibu jarinya menggeser ikon berwarna hijau lalu berdiri menghadap jendela. "Ya, Ma?"
"Mama tadi buat rawon, sengaja buatnya banyak. Sekalian buat kamu sama Manda, dimakan ya."
Senyuman terukir di wajah Barra. "Iya, nanti aku makan. Terimakasih, ya, Ma."
Begitu mengakhiri panggilannya dengan Lita-mamanya, ia meletakkan begitu saja ponsel di meja yang berada di belakangnya. Sebenarnya tanpa mendapat telepon dari mamanya pun ia sudah bisa menduga jika yang mengirim makanan adalah mamanya. Sebab ini bukan pertama kalinya Lita melakukan hal tersebut, tetapi sudah sering kali. Mamanya memang hobi memasak dan senang juga mengirim makanan pada putra sulungnya.
Pria itu yang masih berada di posisinya menatap lurus keluar jendela. Rintik hujan masih terus mengguyur ibukota. Suara gemuruh pun masih terus terdengar seakan menandakan hujan masih akan terus berlanjut. Benak Barra dipenuhi oleh sebuah nama yang tadi disebutkan mamanya, Manda. Gadis itu, perempuan itu, dimana dirinya saat ini? Mungkin kah ia sudah berada di apartemen atau justru masih berada di kantor. Sebab sepengetahuan Barra, beberapa hari ini ia selalu pulang larut malam karena lembur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...