"Kakak cantik banget!"
Kinara memandang kagum kakaknya dalam balutan gaun pengantin yang sangat indah. Gadis 20 tahun itu sedang menemani kakaknya satu-satunya sebelum upacara pernikahan.
"Kak Elang pasti nanti tidak bisa kedip."
Amora terkekeh kecil mendengar ucapan adiknya. Pikirannya sejenak tertuju kepada sang kekasih yang sebentar lagi akan mengucapkan janji setia sehidup semati bersamanya.
"Kakak nanti langsung tinggal bersama Kak Elang?"
"Tidak. Kami akan tinggal di rumah selama seminggu, baru kemudian pindah ke rumah Kak Elang," jawab Amora. "Kasihan mama kalau langsung ditinggal sendirian. Kamu kan besok sudah balik ke kos."
Kakak beradik itu berpandangan. Keduanya sangat menyayangi ibu mereka, wanita yang sudah berjuang untuk mereka sejak ayah mereka tiada.
Sejenak kabut kesedihan menyelimuti mengenang pria kesayangan yang sudah tidak lagi bersama mereka.
"Kakak jangan sedih. Kakak harus bahagia hari ini," ujar Kinara. Ia mendekap kakaknya, memberi kekuatan.
Amora dan Kinara sangat dekat. Usia mereka yang terpaut 5 tahun serta hidup hanya bersama seorang ibu sejak kecil membuat mereka bertiga sangat dekat. Mungkin akan berat bagi Amora yang sebentar lagi harus mengikuti suaminya, meninggalkan ibunya sendiri karena Kinara kuliah dan tinggal di kota lain.
Pintu ruangan terbuka. Tampak seorang wanita paruh baya yang masih cantik memandang keduanya dengan perasaan haru. Ia mendekat, membelai wajah lembut Amora, lalu mencium keningnya.
"Kamu cantik sekali Nak. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang istri. Kamu akan jadi tanggung jawab suamimu. Tugasmu mendampingi suamimu dalam susah dan senang. Mendukungnya dalam keadaan apa pun. Kamu harus hormat, patuh dan setia padanya. Peliharalah rumah tangga kalian dengan saling mencintai hingga maut memisahkan," ujar Pertiwi, ibu mereka dengan mata berkaca-kaca.
Amora memeluk ibunya, tak kuasa berkata-kata. Mereka berpelukan erat. Kinara yang melihat dengan perasaan haru pun ikut memeluk keduanya.
Ketiganya berpelukan sampai Pertiwi mengurai, melepaskan diri. Diusapnya dengan hati-hati air mata putri sulungnya.
"Jangan menangis," bisiknya lirih. "Elang sudah menunggu dengan keluarganya. Upacara akan segera dimulai.
Wanita paruh baya itu meninggalkan keduanya. Kakak beradik itu saling memandang.
"Kakak sudah siap?"
Amora mengangguk. Kinara mengulurkan tangan untuk membimbing kakaknya dan nenemaninya menuju altar.
Di pintu gereja, Amora menghela nafas untuk meredakan kegugupannya. Kinara berdiri di belakangnya, akan menemaninya menuju calon suaminya yang sudang menunggu di altar.
Elang tampak memandangnya dari kejauhan. Pria itu tampak gagah dengan senyum tersungging di bibir. Tampak menemaninya seorang pria 40-an tahun. Itu adalah walinya selama ini, orang yang membesarkannya sejak kedua orang tuanya tiada.
Upacara pernikahan berjalan lancar dan khidmat. Suasana haru melingkupi saat janji suci diucapkan. Begitu juga saat acara sungkem dilakukan. Apalagi saat itu hanya ada Pertiwi sebagai satu-satunya orang tua mempelai yang hadir.
◇◇◇
Gatra Prayoga menikmati suasana pesta dengan tenang. Pria 43 tahun itu menatap ke pelaminan dengan raut datar. Bukan ia tak senang, namun memang ia seperti itu. Bahkan sebenarnya ia merasa lega karena tugasnya selesai sebagian. Ia sudah berhasil mengantar Elang berumah tangga bersama wanita pilihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
General FictionKisah seorang pria yang ingin mengulang waktu untuk memperbaiki semua yang diakibatkan oleh kesalahannya. #cover dan gambar diambil dari Pinterest