BRAK!!!
Danu memejamkan matanya karena terkejut. Tubuhnya sedikit terlonjak."Apa apaan mereka! Mereka pikir bisa seenaknya memperlakukan kita? Mereka pikir bisa terus menjajah kita?!"
Danu diam mendengarkan atasannya yang sedang dibalut emosi. Mereka baru saja kembali dari sebuah pertemuan dengan klien dari Belanda. Makin ke sini rekanan mereka banyak maunya, sering sekali meminta untuk mengubah hal-hal yang sudah mereka sepakati di awal. Ini sudah kali keempat dan tampaknya Gatra sudah kehabisan kesabaran.
"Langkah apa yang harus kita ambil?" tanya Danu.
"Aku akan langsung menghubungi Jansen di Amsterdam. Kalau bisa selesai secara online akan kuselesaikan secepatnya. Jika harus bertemu langsung di Amsterdam, akan kulakukan. Kita sudah sejauh ini," jawab Gatra. "Menjengkelkan!"
"Mereka sudah menunjuk perwakilan mereka di sini," ujar Danu. "Aku ragu mereka masih mau menanggapi kita."
"Buat mereka mau langsung menanggapi kita."
"Caranya?"
Gatra menampilkan smirknya.
Danu paham. Gatra punya cara tersendiri menghadapi kawan maupun lawan bisnisnya. Dia cerdik dan tajam. Sudah terbukti dengan perusahaannya yang berkembang pesat sejak didirikan, bahkan sampai membuka cabang di manca negara. Semua berkat naluri bisnisnya yang kuat.
Kini Gatra sudah tenggelam dalam pekerjaannya. Berkas-berkas yang tadi dibantingnya sudah dirapikan kembali oleh Danu.
Banyak hal membutuhkan buah pikirannya. Ditambah satu lagi masalah yang membuat kerut di dahinya semakin dalam.
Telepon yang berdering di dekat sikunya diabaikannya. Hingga Melda, salah stu sekretarisnya berdiri di pintu penghubung ruangan mereka sambil memegang gagang telepon.
"Telepon dari Pak Doni, Tuan."
Tanpa merasa perlu mengalihkan mata dari tumpukan berkas, ia menyahut, "Doni siapa?"
Sekretaris itu berbicara sebentar di telepon, kemudian, "Doni Saputra, dari Melbourne."
Gatra setengah membanting pulpen di tangannya. "Kenapa tidak bilang dari tadi?" Sekretarisnya melongo.
Pria itu meraih gagang telepon dekat sikunya yang sejatinya sudah berdering sedari tadi namun diabaikan. Melda kembali masuk ke ruangannya, di bagian depan ruangan Gatra.
"Hai, hallo Don!"
"........"
"Biasa, pekerjaan ada saja."
"........"
"Coba aku lihat dulu jadwalku."
"........"
"Hahaha....bukan begitu. Sedang banyak masalah di perusahaanku."
"........"
"Baiklah. Kapan? Di mana?"
"........"
"Star Club?" Gatra memijit keningnya. Astaga! Tanggal berapa ini? Kenapa bisa lupa? Ia melihat kalender di mejanya. "Ngomong-ngomong kamu sampai di Indonesia tanggal 25 Februari, begitu?"
"......."
"Ooh, jadi kamu mau menengok mertuamu dulu? Sampai di sini kapan?"
"......."
"Baiklah. Nanti aku kabari."
"......."
Oke. Bye."
Gatra meletakkan gagang telepon. Doni adalah teman terdekatnya dulu semasa sekolah. Sekarang ia bekerja di Australia dengan karir cemerlang. Posisinya sekarang adalah COO sebuah perusahaan makanan dalam kemasan ternama negeri kanguru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
General FictionKisah seorang pria yang ingin mengulang waktu untuk memperbaiki semua yang diakibatkan oleh kesalahannya. #cover dan gambar diambil dari Pinterest