"Semuanya 150 ribu," kata seorang penjual buah kepada seorang gadis.
"Uangnya masih sisa kan Son? Mending ditambah buahnya. Apel sama kiwi atau pisang. Pisangnya bagus-bagus," kata seorang pemuda kepada gadis itu. Mereka baru saja membeli buah-buahan sebagai buah tangan untuk teman mereka yang sedang sakit.
"Sudah Wa, cukup ini aja. Ini juga sudah banyak," sahut Sonya, gadis itu.
"Kalo nggak sisanya kita belikan kue," usul Dewa. "Kita mampir di toko kue di depan."
"Malas gue kalo mesti mampir lagi. Amanda sama Kinara pasti sudah nunggu. Mending kita langsung ke rumah Dika."
"Oke, berarti sisanya nanti kembalikan ke Amanda sama Kinara," kata Dewa.
"Ck!" Sonya berdecak tak senang. "Lo terlalu jujur Wa. Mereka pasti sudah ikhlas lah! Jadi mereka nggak bakal nanyain kembaliannya. Asal lo nggak ngomong mereka nggak bakal tahu. Duit 100 ribu buat Amanda sama Kinara itu kecil Wa, nggak kaya kita."
"Tapi tetap saja itu bukan hak kita Son! Meskipun orang tua mereka berada, tetap saja mereka anak kost yang uang sakunya terbatas," ujar Dewa. "Kemarikan duitnya, biar gue yang mengembalikan!"
Sonya menyerahkan uang 100 ribu sisa pembelian buah kepada Dewa sambil cemberut.
"Nih!" ketusnya. "Dasar sok alim! Sok nggak doyan duit lo!"
"Kaya lo tuh bibit korupsi! Lo beban negara tau nggak?!" omel Dewa.
"Miskin aja sok suci!" umpat Sonya pelan. Dewa masih bisa mendengar. "Biar lo baik, Kinara juga nggak bakal melirik lo, karena lo bukan orang kaya Wa. Nggak usah mimpi!"
Dewa diam saja. Wajahnya berubah datar. Ia cukup tertohok dengan perkataan Sonya.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Dika. Tiba di sana, ternyata Amanda dan Kinara sudah berada di depan rumah Dika menunggu mereka. Dewa menyerahkan sisa pembelian buah kepada Kinara.
"Kok dikembalikan Wa?"
"Uangnya sisa," jawab Dewa apa adanya.
"Berarti dibagi empat dong sisanya," kata Kinara.
"Sonya nggak ikut nyumbang, jadi itu dibagi dua buat lo sama Amanda. Jadi anggap saja kita bertiga bantingan 50 ribu," sahut Dewa.
"Tapi kan lo keluar uang buat beli bensin," ujar Kinara lagi.
"Kalian juga keluar uang buat naik angkot kan?"
"Itu beda Wa."
"Menurut gue itu sama. Gue biasanya isi bensin sekali buat kuliah dua hari. Mungkin sekarang nggak sampai dua hari gue mesti beli lagi, tapi nggak masalah."
Kinara menerima uangnya. "Ya sudah deh. Tapi lo ikhlas kan?" Dewa mengangguk sambil tersenyum. Di belakangnya Sonya mencibir.
◇◇◇
"Terima kasih ya sudah perhatian sama Dika," kata ibu Dika ketika Kinara dan teman-temannya pamit pulang.
Ternyata sebenarnya Dika harus menjalani operasi karena ada salah satu tulang rusuknya yang patah. Ia sangat kesakitan, namun karena keterbatasan biaya keluarganya hanya membawanya ke pengobatan alternatif.
"Sama-sama Tante," kata Amanda mewakili teman-temannya. "Semoga ada jalan keluar ya Tante jadi Dika bisa cepat dioperasi."
"Iya Nak. Terima kasih atas doanya ya," sahut ibu Dika sambil menangis terharu. Uang seratus ribu yang tadinya dikembalikan oleh Dewa akhirnya mereka serahkan kepada ibu Dika untuk membantu biaya pengobatan Dika.
Mereka pamit pulang.
"Kita naik angkot ke apart lo ya Ra," kata Amanda.
"Gue nebeng lo ya Wa. Sampai kampus aja, gue ada janji." Dewa mengangguk dengan permintaan Sonya. Toh ia memang harus melewati kampus mereka jika hendak pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
General FictionKisah seorang pria yang ingin mengulang waktu untuk memperbaiki semua yang diakibatkan oleh kesalahannya. #cover dan gambar diambil dari Pinterest