15

2.4K 118 10
                                    

Kinara kembali masuk ke dalam gedung ketika seseorang menghubunginya. Bukan ke gedung tempatnya bekerja, namun ke gedung sebelah Timur tempat bagian administrasi. Ia keluar dari lift di lantai 3 dan berjalan menuju tempat ia akan bertemu seseorang.

Perlahan namun tanpa ragu ia mendekati seseorang yang kini berdiri membelakanginya. Ia tidak curiga ataupun takut, karena yang ia temui adalah temannya.

Sonya menunggu Kinara di dekat tangga. Tempat itu sepi karena jarang orang mau lewat tangga. Kebanyakan lebih suka lewat lift.

"Oh, lo sudah datang," ujar Sonya ketika ia berbalik. Ia berdiri menyender di kepala tangga.

"Lo mau ngomong apa?"  Kinara mendekat dan berhenti beberapa langkah dari tepi tangga menuju ke bawah.

"Apa benar lo sudah nikah sama om Gatra? Kemarin di rumah sakit om Gatra mengakui lo sebagai istrinya. Tapi gue nggak percaya. Gue rasa itu cuma buat menutup skandal kalian karena lo hamil."

Kinara diam sejurus. "Gue memang sudah menikah sama om Gatra," jawabnya pada akhirnya.

"Gue nggak percaya!" Sonya menggeleng. "Om Gatra orang terkenal. Mana mungkin pernikahannya luput dari pemberitaan?! Apa buktinya kalo lo memang sudah menikah sama om Gatra?"

"Kenapa gue harus membuktikan ke lo kalo gue sudah menikah sama om Gatra? Apa urusan lo?" Kinara mulai merasa tak senang.

"Lo nggak bisa kan membuktikan kalo lo istrinya om Gatra? Lo itu cuma kegatelan! Lo sengaja kan jebak om Gatra sampai lo hamil biar bisa menguasai om Gatra?!" ujar Sonya dengan suara keras. "Lo pelakor!"

"Jaga mulut lo!" teriak Kinara. Emosinya mulai terpancing. "Gue bukan pelakor!"

"Om Gatra tunangan nyokap gue sebelum lo rebut!"

"Gue nggak merebut siapa-siapa!  Gue nikah setelah om Gatra putus sama nyokap lo!"

"Kalo nggak lo goda, pasti nyokap gue sudah nikah sama om Gatra!"

"Gue nggak menggoda! Gue bukan pelakor! Gue istri sah!" jerit Kinara. Air matanya mulai bercucuran. Hatinya sakit mendapat tuduhan itu.

Kinara mengeluarkan kalung di lehernya yang tersembunyi di balik bajunya. Cincin pernikahannya ia jadikan liontin untuk kalung itu. Ia memegang cincin itu dengan dua jarinya dan menunjukkannya kepada Sonya.

"Lo lihat! Ini cincin pernikahan gue!" ujarnya. "Ini bukti kalau gue sudah nikah."

Sonya agak terkejut melihat cincin bermata berlian itu.

"Ah, bisa aja lo beli sendiri! Cincin kaya gitu kan banyak dijual di toko!"

"Nggak! Di cincin ini ada ukiran nama gue sama om Gatra."

Sonya terlihat tak percaya. Kinara lebih mendekat agar Sonya bisa melihat cincinnya lebih jelas.

Tangan Sonya terulur hendak menyentuh cincin itu, namun Kinara menepisnya. Emosi Sonya semakin tersulut. Ia sakit hati untuk ibunya. Seharusnya ibunya yang mengenakan cincin seindah ini di jarinya. Cincin itu lebih pantas ada di jari manis ibunya daripada hanya menjadi liontin di kalung Kinara.

"Gue cuma mau lihat!" Suara keras Sonya.

"Gini juga lo sudah bisa lihat kan?!"

Sonya lebih mendekat. Ia memang melihat ukiran di bagian dalam cincin, tapi tidak bisa membacanya karena terlalu kecil.

Tiba-tiba Kinara merasa sakit di perutnya. Emosinya rupanya kembali memberi dampak pada kandungannya. Ia melepaskan cincinnya agar bisa memegangi perutnya.

Tidak melepas kesempatan, Sonya meraih cincin itu agar bisa melihat lebih jelas. Dengan agak kasar ia menariknya hingga kalung yang menjadi tempat cincin itu tergantung pun lepas.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang