19

2.1K 147 23
                                    

Pagi sekali Gatra terbangun dengan perasaan aneh. Namun ia masih ingat, jadwal penerbangannya jam 10 pagi ini. Ia akan terbang menuju New Delhi India sebelum melanjutkan penerbangan ke Kathmandu Nepal. Dari sana ia akan melakukan perjalanan darat ke Barat, ke sebuah kota kecil dekat perbatasan dengan China. Perjalanannya akan berakhir di sebuah distrik kecil di sana.

TOK! TOK! TOK!

"Om!"

Gatra mengerutkan keningnya. Itu suara Elang. Bukankah Elang sudah pulang bersama Amora dan mertuanya? Ada apa? Mengapa mereka kembali lagi? Apakah ini berkaitan dengan peringatan 40 hari kepergian Kinara?

"Ada apa Lang?!" Ia hanya berseru, tidak membuka pintu.

"Elang cuma mengingatkan! Kita akan berangkat jam sepuluh Om! Supaya ada waktu untuk istirahat. Acaranya dimulai jam tujuh malam!"

Gatra masih menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ia tidak menyahut. Pesawatnya akan take off jam sepuluh. Tapi Elang tidak tahu itu. Anak asuhnya itu tidak mengetahui rencananya. Tidak ada yang tahu.

Ia memutuskan turun dari tempat tidur. Diraihnya gelas berisi air putih yang selalu tersedia di nakas. Dirasakannya ada yang janggal. Ia meneguk airnya sambil berpikir. Saat meletakkan gelas, ia melihat jarinya kosong! Tidak ada cincin pernikahan di sana

Gatra terkejut sekaligus panik. Ia yakin tidak melepas cincin itu semalam. Bahkan sejak menikah ia sama sekali tidak pernah melepaskannya. Hingga kematian Kinara ia belum pernah melepasnya, belum siap melepaskannya.

Dengan panik Gatra mencari di seantero kamarnya. Kolong ranjang, sampai sudut-sudut tersembunyi dijelajahinya, namun semua nihil. Laci-laci dan seisi lemari dibongkarnya, namun ia tidak juga menemukannya.

Ia merasakan sesak. Ia masih merasa terikat dengan Kinara dan cincin itu adalah bukti ikatan mereka. Kini cincin itu hilang! Celakanya ia tidak bisa mengingat di mana ia melepas dan meletakkan cincin itu.

Apa di kamar mandi?

Ia bergegas ke kamar mandi. Di depan wastafel ia berhenti. Diperiksanya tempat ia meletakkan sikat gigi, juga lubang pembuangan, siapa tahu lubang itu terbuka sehingga cincin itu masuk dan hilang di situ. Tapi semua terlihat normal.

Tiba-tiba ia tertegun. Hanya ada satu sikat gigi di situ, bukan dua. Tidak ada sikat gigi warna merah milik Kinara. Ia heran. Tidak ada satu pun barang istrinya yang disingkirkannya, termasuk sikat gigi, sabun, shampo dan tetek bengek perawatan tubuh dan wajah Kinara. Tapi kini semua itu lenyap. Yang tinggal hanya barang-barang miliknya. Krim cukur, parfum, pomade, alat cukur, sabun muka miliknya. Tidak ada milik Kinara! Siapa yang sudah menyingkirkannya tanpa seijinnya? Seingatnya tadi malam barang-barang itu masih ada.

Dengan geram, Gatra hendak keluar untuk menanyakan siapa yang sudah berani menyentuh barang-barang istrinya. Namun saat ia mengangkat wajah dan memandang cermin, ia kembali tertegun.

Gatra meraba wajahnya. Tidak ada mata yang cekung dan wajah tirus di sana. Wajahnya terlihat segar. Badannya juga tegap berisi seperti saat sebelum tragedi yang menimpa Kinara terjadi.

Ia memandang tubuhnya yang bertelanjang dada di cermin. Ia meraba otot dadanya. Liat dan kencang. Diangkatnya sebelah tangan, lalu ditekuk, kemudian dikencangkannya ototnya sehingga bisepnya terlihat jelas. Ototnya bertonjolan, tidak seperti tadi malam sebelum ia tidur.

Apa yang terjadi?

Ia keluar dari kamar mandi dengan tanda tanya memenuhi pikirannya. Apa yang sudah terjadi?

Tiba di dekat ranjang, ia menyadari sesuatu. Meja rias yang dibelinya untuk Kinara tidak ada! Tempatnya meletakkan benda itu kosong, hanya ada cermin setinggi tubuhnya dengan pot berisi tanaman pachira di sampingnya.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang