Hubungan Kinara dan Amanda belum membaik. Keduanya masih bertahan pada ego masing-masing. Meskipun sebenarnya mereka saling merindukan, namun keduanya bertahan untuk saling mengabaikan.
Sebenarnya Kinara merasa kesepian. Sekarang ke mana-mana ia sendiri. Ke kantin, perpustakaan, bahkan di ruang kelas ia duduk menyendiri.
"Beberapa hari ini gue lihat lo sendirian. Marahan sama Amanda?"
Kinara hanya melirik gadis yang kini duduk di depannya di perpustakaan. Ia tak berniat menyahut. Di samping ada larangan mengobrol di perpustakaan, ia juga tak ingin masalahnya menjadi konsumsi publik.
Gadis di depannya mendengus.
"Lo sama Amanda rebutan Dewa ya?" cecar gadis itu lagi.
Kali ini Kinara menatapnya tajam. Gadis itu menyeringai.
"Makanya jadi orang jangan polos-polos amat! Teman lo bisa aja jadi musuh dalam selimut," sambung gadis itu.
"Bisa diam nggak lo?! Berisik!" desis Kinara tajam. Ia lalu menekuni lagi buku yang dibacanya.
"Emang enak saingan sama teman sendiri?"
"Son, gue ke sini mau belajar. Selagi gue masih sabar mending lo diam!"
Sejenak terdengar desisan dari beberapa sudut perpustakaan. Kinara menoleh dan mendapat tatapan tajam dari penjaga perpustakaan. Lalu ia membereskan buku-buku yang dibacanya, berdiri dan bergegas keluar. Ia tak bisa lagi memusatkan pikirannya pada bacaannya, di samping merasa tidak enak karena mengganggu suasana tenang di tempat itu.
Di luar, gadis itu menghembuskan nafas kasar. Suasana hatinya kacau. Ia melihat di kejauhan, Amanda dan Dewa berjalan berdua. Tiba-tiba sahabatnya itu menoleh ke arahnya. Mereka berpandangan sampai Kinara memutus pandangan mereka dan berjalan ke arah lain.
"Kenapa?" tanya Dewa ketika menyadari Amanda menghentikan langkahnya.
"Kinara," jawaban Amanda. Singkat.
Dewa mengedarkan pandangan. "Mana?"
"Sudah pergi."
"Kalian masih marahan?"
Amanda diam, hanya meneruskan langkah. Sesekali menendangi kerikil yang sedang sial berada di depan kakinya.
"Salah satu harus mengalah. Minta maaf," lanjut Dewa.
"Kenapa gue? Memangnya gue yang salah?" Nada suara Amanda meninggi.
Dewa mengedikkan bahu. "Kenapa harus nyari siapa yang salah buat minta maaf?" tanya Dewa retoris. "Kenapa nggak diingat aja waktu kalian lagi baikan? Anggaplah kalian sama-sama salah dan sama-sama benar. Kalian sahabatan sudah lama, kenapa buat minta maaf aja mesti kalah sama ego dan gengsi?"
Mereka sampai di persimpangan dan Dewa hendak berbelok ke parkiran motor, sedangkan Amanda harus berjalan lurus bila hendak ke halte untuk menunggu angkot.
"Itu Kinara masih di halte!" ujar Dewa sambil menunjuk halte yang memang terlihat dari tempat mereka berdiri. Ada Kinara di sana, berdiri seorang diri. "Samperin gih!"
Mereka berpisah. Dengan langkah pelan Amanda berjalan menuju halte. Hatinya diliputi keraguan untuk mendekati sahabatnya. Ada perasaan rindu namun masih enggan untuk mulai menyapa.
Sementara Amanda berperang dengan egonya, sebuah mobil tampak berhenti di depan halte. Tampak Kinara mendekat dan berbicara dengan pengemudinya, lalu gadis itu membuka pintu mobil dan masuk.
Amanda hanya bisa memandang ketika mobil itu bergerak melewatinya. Sekilas tampak Kinara memandangnya dari balik kaca jendela yang perlahan menutup.
□■□
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
General FictionKisah seorang pria yang ingin mengulang waktu untuk memperbaiki semua yang diakibatkan oleh kesalahannya. #cover dan gambar diambil dari Pinterest