08. Adu Tatap

160 41 1
                                    

Selama kurang lebih dua jam mereka menghabiskan waktu di Gedung Sate. Usai mendengarkan pemaparan petugas tentang sejarah gedung itu, mereka menyempatkan mampir ke perpustakaan yang ada di lantai bawah. Di perpustakaan itu banyak berkas-berkas pemerintahan yang telah tersimpan dan tersusun rapi dalam bentuk buku staatsblad.

Julian mengatakan jika staatsblad ini nanti akan berguna di mata kuliah Bahasa Belanda dan penyusunan tugas akhir. Staatsblad sendiri telah ditetapkan sebagai salah satu sumber primer dalam menyusun sebuah tulisan sejarah.

Tepat pukul sepuluh mereka memulai perjalanan ke tempat bersejarah lainnya, yaitu titik nol Kota Bandung yang berada di Jalan Asia-Afrika. Dari lokasi Gedung Sate, mereka berjalan kaki menyusuri Jalan Banda. Perjalanan normal hanya membutuhkan waktu sekitar 32 menit. Namun, karena mereka melakukan perjalanan secara bertahap per kelompok, untuk satu tempat itu mereka diberi estimasi waktu sekitar satu setengah jam.

Usai dari sana mereka akan menuju alun-alun Kota Bandung untuk beristirahat makan siang dan melaksanakan salat Zuhur bagi yang muslim.

Sepanjang perjalanan menuju Titik Nol Kota Bandung, mereka lebih banyak mengobrol masing-masing untuk mengalihkan perhatian mereka dari rasa lelah. Kak Julian dengan Teh Hesti mengobrol berdua di barisan paling depan. Sementara anggota kelompok yang mereka pimpin sibuk berkelakar kemudian tertawa. Terutama Reno, Tito, Dion, dan Andri. Dimas sendiri sesekali terdengar menimpali. Afia dan Raina sibuk membicarakan hal-hal menarik yang mereka temukan sepanjang jalan. Sesekali juga ikut tertawa melihat tingkah konyol Tito.

"Fadil kok kayak misahin diri gitu, ya?" tanya Afia yang tiba-tiba atensinya beralih kepada Fadil yang berjalan di belakang mereka.

"Sibuk jadi fotografer," sahut Raina.

"Sengaja emang dia aku tugasin ambil gambar. Kali aja nanti ada tugas dadakan bikin laporan hasil perjalanan. Kan enak kalau udah ada dokumentasi," celetuk Dimas yang berjalan tepat di depan mereka dan sempat mendengar pertanyaan Afia barusan.

"Oh, pantesan aja." Kedua gadis itu pun mengangguk-angguk mengerti.

Tanpa mereka tahu sebenarnya Fadil sedang melakukan tugas ganda. Mendokumentasikan perjalanan mereka dan segala ekspresi wajah Raina.

Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di tempat tujuan. Sebuah tempat di mana ada miniatur alat steam yang bentuknya mirip dengan kereta. Di depan miniatur mesin itu ada sebuah tiang semen setinggi satu meter bertuliskan 0 km. Di sanalah letak titik nol Kota Bandung.

"Kalian pada tau Daendels, 'kan?" tanya Julian ketika semua anggota kelompok sudah berkumpul dan duduk beristirahat di sekitar titik nol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kalian pada tau Daendels, 'kan?" tanya Julian ketika semua anggota kelompok sudah berkumpul dan duduk beristirahat di sekitar titik nol.

"Taulah, Kak. Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang bangun jalan raya pos Anyer-Panarukan," jawab Reno usai meneguk air mineralnya.

"Nah, titik nol ini dia yang buat," sambung Julian.

"Maksud titik nol ini apa, Kak?" tanya Andri kemudian.

[Sudah Terbit] Rein Meet Rain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang