09. Pengawas Ospek Lapangan

411 83 19
                                    

"Oke, kita mulai aja, ya, rapatnya. Jadi, agenda rapat kita hari ini adalah menindaklanjuti agenda ospek jurusan yang ada di fakultas kita. Beberapa jurusan ada yang ospek lapangannya dimulai minggu ini. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama ospek lapangan ini, maka dari itu, kita selaku pengurus BEM akan mengirim utusan yang bertindak sebagai pengawas jalannya acara ke tiap-tiap jurusan. Untuk utusan ini, syaratnya enggak boleh di jurusannya sendiri."

Ghatan selaku ketua BEM membuka acara rapat internal kepala departemen yang dihadiri oleh sepuluh orang itu. Mereka berdiskusi untuk menentukan siapa saja yang bersedia menjadi pengawas. Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk mendapatkan susunan nama pengawas. Masih tersisa tiga jurusan lagi, padahal pengurus inti dan kepala departemen sudah mendapat tugas semua.

"Itu jadwalnya, kan beda-beda, terus beberapa ada yang nginep juga di luar kota. Kalau cewek kayaknya terlalu riskan." Rahma selaku bendahara mengajukan usulnya.

"Saya juga mikirnya gitu, tapi kita kekurangan orang kalau cuma ngandelin pengurus inti sama kepala departemen. Ada yang punya usulan, enggak, baiknya gimana?" Ghatan merespons.

"Kayaknya enggak ada salahnya kita melibatkan anggota departemen. Toh, mereka pengurus BEM juga." Mahesa selaku kepala Departemen Media dan Informasi memberi saran.

"Kalau menurut saya pribadi, orang-orang yang terpilih sebagai kepala departemen dan pengurus inti, kan, sudah tidak terlibat lagi dengan himpunan. Sementara anggota departemen, ada yang masih aktif di himpunan dan bahkan jadi pengurus. Enggak akan bisa fokus jadi pengawas." Ghatan menimpali lagi.

"Bukannya tadi pengawasnya enggak dari jurusan yang sama? Itu artinya enggak masalah, dong." Maharani selaku kepala Departemen Seni dan Olahraga ikut bersuara.

"Ya, tentu aja masalah, Teh Rani. Mereka yang aktif di himpunan akan dibutuhkan oleh himpunannya masing-masing untuk acara ospek jurusan. Mana bisa dia fokus sama cara ospek jurusan lain." Ghatan terkekeh

"Bener juga, ya." Rani mengangguk-angguk paham.

"Mungkin kalau ada ospek jurusan yang diawasinya udah selesai, bisa bantu awasi jurusan yang belum. Tadi, kan, katanya waktunya beda-beda. Bisa diatur-atur aja jadwalnya." Rein memberi masukan.

"Saya setuju sama usul Rein." Ghatan tampak kembali bersemangat karena usulan Rein. "Gimana yang lain?"

"Gue, sih, setuju aja. Apalagi kalau dapet ngawas jurusan Sastra Inggris sama Sastra Jepang. Banyak maba cantiknya," seloroh Mahesa yang langsung disambut sorakan meledek dari peserta rapat.

"Yang laen?" tanya Ghatan lagi.

"Gitu juga boleh. Kita atur aja jadwalnya."

"Setuju."

"Boleh."

Beberapa peserta lain langsung menimpali.

"Nah, ini ada tiga jurusan lagi yang belum ada pengawasnya. Sastra Jepang, Ilmu Sejarah, sama Sastra Perancis. Siapa yang mau ambil dua jurusan untuk diawasi, dipersilakan."

"Mahesa, tuh, tadi katanya enggak masalah kalau ngawas Sastra Inggris sama Sastra Jepang," celetuk Reza selaku kepala Departemen Kajian Strategis.

"Gue mau, deh, Sastra Jepang. Eh, tapi barengan enggak, tuh sama Sastra Inggris?" Mahesa terlihat ragu karena sebelumnya ia sudah mendapat tugas menjadi pengawas di ospek jurusan Sastra Inggris.

"Beda. Tapi, ini mereka ospek lapangannya ke luar kota."

"Enggak masalah. Yang penting ada uang operasionalnya aja. Maklum, akhir bulan. Lagi bokek gue soalnya." Mahesa terkekeh kecil.

[Sudah Terbit] Rein Meet Rain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang