31. Salah Komunikasi

97 29 0
                                    

Langkah Raina terasa begitu berat ketika meninggalkan pelataran kampus Fakultas MIPA. Rasanya ingin beranjak ke fakultas yang lain atau jika ingin egois, Raina ingin pulang ke kosannya saja. Ia sudah tidak berminat lagi untuk bertemu dengan Rein di tempat terakhir kali mereka berpisah.

Namun, jika Raina pulang rasanya tidak profesional karena ia telah mangkir dari tugas. Ia harus menyelesaikan semuanya baru bisa pulang dengan tenang.

Ia berpikir jika memang urusannya benar-benar genting, Luthfi akan segera menghubungi Rein secara langsung. Untuk apa menyampaikan hal itu melalui dirinya? Maka dengan hati yang begitu mantap, Raina melanjutkan tugasnya menyebar undangan ke fakultas yang masih tersisa tanpa Rein.

Raina tidak menyadari jika perbuatannya itu menyebabkan masalah besar keesokan harinya.

Seusai ujian mata kuliah terakhir, Raina mendapat pesan dari Luthfi agar segera datang ke sekretariat BEM. Awalnya Raina berpikir mungkin ada yang harus dibicarakan soal penyebaran undangan dan sebagainya, maka Raina mengajak Afia untuk menemaninya. Namun, begitu sampai di tempat, ia melihat beberapa anggota departemen kesekretariatan yang biasanya ramai menghuni sekretariat justru berada di luar.

"Rain, kamu udah ditungguin sama mereka," ucap Dita ketika melihat Raina datang.

"Kenapa pada di luar semua?" Raina bertanya keheranan tanpa firasat apa pun.

"Ruangannya lagi dipakai rapat penting."

"Oh, saya masuk dulu kalau gitu, ya, Teh." Raina berpamitan.

"Kamu aja." Dita berkata lagi ketika melihat Afia digandeng masuk oleh Raina.

Keduanya saling bertatapan penuh tanda tanya. Lalu perlahan Afia melepaskan pegangan tangan Raina.

"Aku tunggu di luar, ya." Afia berkata seraya tersenyum. Ia langsung bergabung dengan tim kesekretariatan.

Di dalam ruangan sudah ada Reza selaku ketua pelaksana acara kuliah umum. Ada Ghatan selaku ketua BEM. Luthfi dan Rein juga ada di sana. Wajah keempatnya terlihat serius.

"Silakan duduk di sini." Ghatan yang melihat kedatangan Raina langsung mempersilakan gadis itu duduk di kursi yang ada di antara dirinya dan Rein.

Perlahan Raina berjalan ke arah kursinya dengan perasaan yang tidak enak. Suasana yang ada di ruangan itu terasa menegangkan. Apalagi melihat ekspresi wajah keempat pemuda itu.

"Karena Raina sudah datang, silakan Luthfi, diklarifikasi soal kemarin."

Soal kemarin? Ingatan Raina langsung melayang pada kejadian kemarin. Apa ada hubungannya dengan telepon Luthfi?

"Kenapa kemarin enggak menyampaikan pesan saya ke Rein?" tanya Luthfi kepada Raina.

Benar saja dugaan Raina. Ia sudah punya jawaban untuk ini.

"Kemarin saya lagi sebar undangan. Takut enggak terkejar sampai sore. Saya pikir Kak Luthfi, 'kan, bisa langsung hubungi Kak Rein untuk menyampaikan masalah yang kemarin."

"Kalau saya bisa hubungi Rein, saya enggak akan hubungi kamu, Raina." Luthfi berkata geram. Pemuda itu mulai emosi. Namun, Ghatan segera meredakannya dengan mengambil alih forum.

"Rein bilang kemaren kalian sempet bareng sebar undangan ke fakultas-fakultas, tapi di tengah jalan kamu enggak balik lagi. Menghilang gitu aja. Kamu ke mana?" tanya Ghatan kemudian.

Raina melirik sekilas ke arah Rein yang punggungnya bersandar di sandaran kursi dengan kedua tangan terlipat di depan dada, sementara kepalanya tertunduk.

"Saya keliling ke sisa fakultas yang jadi tugas saya," jawab Raina.

"Bener, 'kan, dugaan saya. Semua undangan udah tersebar. Kalau mau konfirmasi perpindahan tempat, apa harus sebar ulang undangan? Kita akan terlihat jadi organisasi yang enggak kompeten kalau itu terjadi," keluh Reza.

[Sudah Terbit] Rein Meet Rain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang