Rosinante, Griffin dan Keadilan.

154 16 4
                                    

Akan ada saat dimana, Law memelukku sangat erat. Sangat jarang terjadi, maksudku, benar-benar erat, seperti ia bisa kehilangan diriku kapan saja jika terlepas.

Pada malam hari, mungkin pertengahan malam. Saat tidurnya begitu lelap. Asal kalian tahu, biasanya sebelum tidur aku akan mengingat kembali hal-hal yang aku lakukan pada hari tersebut, ataupun kasus-kasus yang pernah aku jalani, karena itu tidurku bisa lebih larut meski hanya di atas kasur.

Di tengah ingatan-ingatan itu, akan ada gangguan. Nafasku terasa sesak, ada yang menekan tubuhku, tapi sangat hangat. Itu Law, keringat akan bercucuran banyak dari keningnya, dia tidak mengigau namun pelukannya sangat erat, dia bermimpi buruk dan refleks memelukku adalah hal yang terlintas di pikiranku.

Namun, aku bertanya-tanya. Seperti apa mimpi buruk itu sehingga mampu membuat sang Dokter Bedah Kematian terganggu? Dan pertanyaan lain, apakah hadirku tidak cukup untuk menyingkirkan mimpi buruknya?

Tidak seperti ku, hadirnya dalam hidupku adalah takdir yang membawaku menuju cahaya, Law mampu menyingkirkan segala mimpi buruk ku. Tapi, hadirku dalam hidup Law tidak mendatangkan kebaikan apapun untuknya.

Baik, aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Asal dia tidak keberatan dengan hadirku, tidak apa-apa bukan. Tapi, sekali lagi aku bertanya-tanya. Mungkinkah, Law memiliki seseorang yang dapat menyingkirkan segala mimpi buruknya?

***

"Donquixote Rosinante?"

Senyuman pria itu amat hangat. Seperti yang pernah seseorang katakan pada Alesha. Senyum indah itu menganggu pemikiran Alesha, dia tidak bisa mencerna dengan baik tentang apa yang terjadi.

"Kau pasti terkejut, ya? Maaf, ya.. Aku tidak bermaksud menakutimu, Alesha-chan." Rosinante mendekat, ia tahu gadis di depannya ini gemetar karena syok. Namun ketika tangannya mencapai pundak Alesha, Alesha mundur beberapa langkah, tertunduk.

"Maaf," kata itu terucap kecil dari bibirnya.

"Ada apa?" Rosinante kembali mendekatinya, yang ia dapat ialah air mata sang gadis yang telah mengangkat kepalanya.

"Kau ingin memarahiku kan? Maafkan aku.. aku membunuh Law," Alesha menangis, lagi. Setelah perasaannya yang membaik karena Azai, hal yang menakutkan kembali menghantuinya.

"Ini mimpi, dia datang untuk memarahiku" Itulah yang di pikirkan gadis itu. Tentunya itu adalah hal yang wajar, Rosinante adalah orang yang mati demi menyelamatkan Law dan orang yang ia selamatkan itu mati demi menyelamatkan seorang gadis, bukankah semuanya seperti sia-sia.

Alesha gemetar hebat. Hatinya sudah remuk sejak teman-temannya mengatakan jasad Law akan di kremasi. Sudah beberapa jam setelah kejadian itu, mungkin saja mereka sudah membakarnya.

Alesha tidak ingin bertemu siapa-siapa saat ini. Dia ingin sendiri, sampai hatinya ikhlas menerima kepergian Law, tapi yang mendatanginya adalah orang yang terburuk.

"Maaf, maaf.. apa kau akan mengutukku? Lakukan saja, Tuan. Bunuh saja aku, aku.."

Air mata yang berderai itu di usap lembut dari wajahnya, tangan hangat Rosinante terasa nyata di wajahnya. Tangan itu menyingkirkan seluruh air di wajah Alesha, lalu naik mengusap rambut ungu Alesha, sangat lembut, seperti sentuhan ibu pada anaknya.

"Aku tidak marah, jangan menangis Alesha-chan. Nanti Law yang akan memarahiku," ucapnya dengan nada gurau.

Bagaimana mungkin pikir Alesha. Bagaimana mungkin dia tidak marah? Padahal empat belas tahun yang lalu dia harus tertembak pistol kakaknya sendiri demi menyelamatkan Law, yang sekarang telah terbunuh oleh Alesha sendiri.

Demon Detective Pirate ( Trafalgar Law x Alesha )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang