Akhir

260 24 15
                                    

Tubuhnya berat, berat sekali, seperti di timpa benda besi kuat, tak mampu ia gerakan. Matanya menolak membuka, dengan sedikit usaha, gadis itu memaksa kelopak matanya terbuka.

Langit-langit di lapisi kayu membentang di atasnya, tak lupa sebuah lampu redup yang hadir memancarkan sisa sinarnya.

Sekujur tubuhnya kaku, sangat sulit bergerak, namun, hangat tangan seseorang membuatnya yakin bahwa ia masih bernafas meski keadaan buruk seperti ini.

Merasakan jemari lawan pihak mulai bergerak, Muezza mengangkat kepala menuju gadis yang ia tunggu sembari tadi.

"Alesha?" air matanya tumpah kian menetes pada kasur empuk tempat Alesha berbaring. Tangannya naik menggapai pundak gadis itu, membawa tubuhnya menempel padanya.

"Alesha.." isakannya muncul, menghiasi ruangan sepetak berlapis kayu-kayu.

Lemah lengan Alesha menggapai kepala bagian belakang Muezza, bersama senyum tipis yang hadir di wajahnya.

"Aku baik-baik saja, Muezza" wanita itu kian terisak dalam tangis, meremas erat kain baju gadis itu dengan air mata yang terurai.

Dari belakang, Loria mengelus pundak Muezza, menenangkannya. Ia menjadi saksi kemarahan serta kesedihan Muezza atas apa yang menimpa sahabat kecilnya ini. Orang yang paling tersulut kemarahannya.

Belum puas akan tangisan, namun, Muezza menyingkirkan tubuhnya dari atas gadis itu, kesedihan yang ia perlihatkan di waktu yang tak tepat dapat menganggu kesehatan gadis itu.

Muezza mendudukkan gadis itu bersandar pada dinding kasur bersama Loria meraih semangkuk bubur ayam di meja, mengambil sebagian lalu mendekatkan sendok berisi makanan pada Alesha

"Kau harus makan" ucap Loria lembut, namun, yang ia dapatkan gelengan kecil gadis itu.

Mereka mengerti, tentu saja ini terjadi. Alesha mengingatnya, rasa sakit yang ia rasakan di perutnya, pelaku dari semua ini adalah makanan yang ia makan.

Loria menghalau poni rambut yang menutupi mata sang adik, lalu, kembali menghadapkan sendok di depan mulutnya.

"Rinko yang memasaknya, jangan khawatir" jawaban itu datang, yang membuatnya melahap lauk dalam sendok. Begitu nikmat, sama seperti buatan Rinko, dengan begini dia percaya.

Tanpa membicarakan apapun, Alesha terus mengunyah bubur yang datang dari tangan Loria melalui sendok itu. Sesuai yang diharapkan, mangkuk tersebut habis bersih, dimakan dengan sempurna oleh gadis bersurai ungu ini.

Baru saja meletakkan segelas air minum di meja, Loria langsung disuguhkan pertanyaan dari gadis itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Alesha. Sebenarnya, ia menduga bahwa ketidakstabilan tubuhnya tercipta karena makanan yang ia makan. Tetapi, bukan itu saja menurutnya, jika ia hanya keracunan makanan biasa, maka tidak akan butuh waktu lama bagi kru merawatnya, sedangkan menurut perkiraannya, ia telah tak sadarkan diri selama 20 jam.

"Kau keracunan makanan" jawab Loria, menimbulkan tanda tanya mendalam dari sang gadis, meski otaknya menolak pernyataan itu, tetapi, ia tak bisa menyangga ucapan Loria, lagipula untuk apa juga Loria berbohong?

"Begitu.. syukurlah" menghela nafas lega, Alesha menarik selimut menutupi tubuhnya yang menjadi korban angin malam dalam ruangan tertutup itu, tak membiarkan hawa dingin menganggu kehangatan nya untuk beberapa waktu.

Refleks, Alesha membuka mulutnya bersiap melontarkan pertanyaan, namun, sebelum kata terdengar, mengingatnya kejadian beberapa jam yang lalu, ia kembali menutup mulut.

"Sepertinya aku terlalu berharap" ia tersenyum pedih.

Bahkan disaat seperti ini, Law tidak berada disisinya. Yah, mungkin hanya untuk perilah keracunan makanan bukanlah hal yang harus di khawatirkan, lagipula sebagaian besar kru di Bajak Laut mereka adalah dokter. Tetapi, tetap saja, ia pikir Law akan mengkhawatirkannya walau sedikit.

Demon Detective Pirate ( Trafalgar Law x Alesha )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang