EXTRA PART: FOTO PENGANTIN

17K 881 60
                                    


HALLO, HALLO, HAII SEMUA 👋

SIAPA AJA YANG MASIH PUNYA CERITA INI DI PERPUSTAKAANNYA?

SIAPA AJA YANG KANGEN MEREKA?

SELAMAT MEMBACA EXTRA PART INI YA. SEMOGA BISA MENGOBATI RASA RINDU KALIAN SEMUA✨

***

Saat itu, usia Cemara sudah enam tahun. Duduk di bangku kelas satu sekolah dasar lebih cepat satu tahun. Saat ini anak sulung Adryan Brawijaya sudah duduk di bangku SMP kelas tiga. Sebentar lagi Devan akan memasuki masa putih abu-abu.

Rumah berlantai tiga itu sudah mereka tempati selama lima belas tahun, sama seperti usia Devan. Hanya saja beberapa kali sering direnovasi. Bisa saja Adryan membangun rumah baru, hanya Helsa tidak ingin. Banyak kenangan di dalam rumah itu, wanita tersebut tidak mau meninggalkannya.

“Mami...”

Suara itu terdengar menuruni anak tangga. Helsa gelagapan melihat Cemara yang turun, sebab pagi-pagi itu Adryan sudah berani mencumbunya di meja makan. Dasar pria tua!

“Papiiii, Ala caliin! Kepangin lambut Ala,” teriak Cemara menghentak-hentakkan kaki yang masih terbalut sendal lucu berwarna pink.

Haha, lucu sekali.

(Ala=Ara.)

Adryan membenarkan bagian depan kemejanya yang sedikit koyak akibat kelakuannya itu. Lalu menghampiri Cemara yang masih berdiri dibawah anak tangga. Ia menggendong, dan memberikan satu kecupan pada pipi gembul anak gadisnya.

“Kakaknya mana?” tanya Helsa.

“Nda tau,” jawab Cemara.

Adryan mulai mengkepangi rambut panjang Cemara. Terkadang ia juga yang mengeringi rambut basah anaknya. Kalau kata Cemara, Helsa tidak becus karena selalu berantakan.

“Papii, kata Bu Gulu, lambut Ala bagus,” kata Cemara memberitahu pada Adryan.

“Oh, ya. Ara bilang nggak yang kepangin siapa?” Adryan terkecil dengan tangan telatennya yang sibuk.

“Ala bilang Papinya Ala, Miss. Gitu Papi,” sahut Cemara.

“Emang mau dikepang rambut sama Papi sampai umur berapa, sih,?” goda Adryan. Pekerjaannya hampir selesai.

“Papi halus kepangin lambut Ala celalu,” ujar Cemara.

Adryan dan Helsa saling melempar tatapan dengan seulas senyum. Lelaki siapapun jika ingin mendekati Cemara, harus berhadapan dulu dengan dua pawangnya: Papi dan Kakaknya.

“Araaaa, ponsel Kakak semalam kamu buang dimana?” teriak Devandra menuruni anak tangga.

Rumah itu di fasilitasi dengan sebuah lift. Sebagai seorang dokter, Adryan berjaga-jaga jika kelak salah satu penghuni rumah itu sakit dan harus menggunakan kursi roda tidak perlu repot-repot harus naik tangga.

“Nda tau!”

“Dih,  Kamu semalem kan main di kamar Kakak,” tukas Devan.

WINGLESS ANGEL [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang