Jauh di dalam lubuk hatinya, Jake merasa bahwa semua yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Tapi entah mengapa, ia tak bisa mengerem. Ia tak bisa berhenti, seolah-olah ada sesuatu yang mengendalikannya. Sesuatu yang sangat kuat. Apalagi itu kalau bukan nafsunya yang jahanam. Ia sendiri tak tahu mengapa nafsu itu bisa dengan mudah menguasai dirinya. Ia benar-benar tak bisa melawannya.
Steven perlahan-lahan menarik tangannya, namun Jake mencengkramnya dengan kuat. Steven sadar bahwa itu tak akan lepas kecuali ia menariknya secara paksa.
"A–aku tak mengerti apa maksudmu," ia menggeser posisi duduknya, menjauhi Jake. Bibirnya nampak mulai gemetar. Jake semakin haus melihat semua itu.
"Aku menawarkan diri jadi sukarelawan," katanya dengan nada yang sangat bejat. Steven bergidik dan langsung berdiri, menarik tangannya dengan kuat sehingga berhasil terlepas dari Jake.
"Bercandamu tidak lucu, Jake," kata Steven. Ia tak sadar bahwa napasnya tercekat ketika mengatakan itu.
"Bukankah tadi kaubilang kau rindu melakukannya?"
"Ya, tapi dengan Marc, bukan kau," tukas Steven. "Apa yang salah denganmu?!"
"Itu bukan masalah besar, Steven," kata Jake sambil menyeringai licik. Ia melepas topi baretnya, melemparnya ke sofa, kemudian menyapu rambutnya ke belakang menggunakan tangannya yang kasar. Pandangannya kembali pada Steven. "Kau lihat? Sekarang aku adalah Marc."
Steven kesusahan menelan ludahnya. "Oke, aku keluar. Ini mulai membuatku takut," katanya sambil berusaha terkekeh, tapi ia malah terdengar seperti orang yang ketakutan.
Tanpa berlama-lama lagi, Steven langsung pergi. Jake merasakan jantungnya terbakar. Ia tak bisa menerima semua ini begitu saja.
Grab!
Steven kaget karena sebelum ia menyentuh kenop pintu, Jake tiba-tiba merampas lengannya dan langsung saja menariknya ke dalam genggamannya. Jake menjerat pinggang Steven dengan kuat, tak memberinya ruang untuk bergerak.
"Kumohon Steven... beri aku kesempatan. Kau tak akan menyesal. Aku janji."
Steven membelalak saking tak percayanya ia dengan apa yang terjadi. Ia menatap Jake lekat-lekat, mulai dari matanya, bibirnya, lalu turun ke tangannya yang sedang meliliti pinggangnya kuat-kuat. Ia segera menyadari bahwa Jake sungguh-sungguh dengan perkataannya. Ini bukan candaan.
"Kau... kau serius dengan semua ini? A–apa apan, Jake? Apa kau sudah gila?!" tanyanya dengan napas terengah-engah. Ia dilanda panik. Paru-parunya tiba-tiba kesulitan dalam melakukan proses respirasi.
"Ya, aku gila. Aku benar-benar sangat menginginkanmu, Steven. Sudah terlalu lama aku bersabar, dan sekarang... aku sudah tak sanggup untuk menahannya lagi," katanya dengan suara yang dalam, hampir seperti desahan. Jake menarik Steven lebih dekat, dan hanya sebentar bagi Steven sebelum ia merasakan sesuatu yang keras menyenggol bongkol pahanya. Ia terkejut dan hampir berteriak. Itu penisnya Jake. Benda itu benar-benar sangat kaku dan tegak layaknya besi berani.
Karena ketakutan, Steven langsung mengambil gerakan untuk melepaskan diri dari Jake. Ia berhasil dalam satu kali percobaan, dan langsung melarikan diri sehabis itu. Ia keluar dari kamar Jake dengan cepat, kemudian langsung melesat melintasi lorong, berlari ke ruang pandang dengan detak jantung yang menggebu-gebu.
Ia berteriak saat merasakan sebuah tangan kembali mencengkram lengannya. Dan sebelum Steven sempat berpikir bagaimana itu bisa terjadi, ia sudah mendapati dirinya terpaku di tembok lorong, dengan Jake mengunci seluruh pergerakannya menggunakan segala cara. Steven melawan, tapi ia kalah.
"Jake... Jake... Jake... mari kita bicarakan ini sebentar," ia memohon dengan suara terbata-bata karena Jake mulai meraba-raba tubuhnya. Jake berhenti sejenak, menatapnya tidak sabaran, sementara bibir Steven tak bisa berhenti bergetar. "Apa yang kaulakukan? Aku kira kita teman," katanya dengan lirih. Ia sudah siap untuk menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Headmates
Romance"You are the only real super power I ever had." Marc mengira Steven tidak bisa mendengarnya kala itu. Kalimat itu memang pendek, tak lebih panjang dari untaian pita yang biasanya menjadi hiasan bunga pernikahan, namun itu sudah lebih dari cukup untu...