Jake tak bisa berhenti mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai keramik dengan gelisah. Jari-jari tangannya saling bertaut, tarik menarik di antara keringat dingin yang mendesak keluar dari telapak tangannya. Sudah hampir dua jam ia duduk di sofa, di dalam kamarnya, menatap Steven yang tengah terbaring lemas di ranjangnya dengan napas lemah. Jake sudah menangis sejak tadi, ketika ia berusaha membangunkan Steven dengan semua kemampuan yang dimilikinya. Tapi ia tak mau bangun. Kenapa ia tak bangun?
Kini, kedua mata Jake nampak merah menyala seperti habis ditabrak lebah yang terbang dengan kecepatan 120 mil/jam. Sudah sekitar 30 menit yang lalu matanya tak lagi memproduksi cairan. Mungkin itu yang menyebabkannya jadi panas dan akhirnya memerah, kemudian aus seperti mesin motor sampai akhirnya terbakar secara perlahan.
Jake tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri atas apa yang telah ia perbuat kepada Steven. Ia menyesal sekarang. Dan ia heran, kenapa penyesalan harus selalu datang di akhir? Kenapa ia tak langsung berhenti saat Steven menyuruhnya berhenti? Kenapa ia memaksa? Kenapa ia bertindak seperti monster?
Terlalu banyak perasaan putus asa yang menggerubungi Jake saat ini. Ia cukup beruntung karena Steven hanya pingsan. Tapi ia tahu, ia sudah kehilangan segalanya setelah semua yang ia lakukan. Dan Jake tak bisa menerima semua itu. Ia tidak siap. Mungkin itulah sebabnya ia menangis sampai air matanya habis. Ia telah menghancurkan semuanya. Ia telah menghancurkan segala yang ia bangun dengan susah payah, hanya karena satu perbuatan bodoh. Padahal Steven sudah cukup baik untuk tetap menerimanya meskipun ia telah melakukan satu kesalahan besar. Namun sekarang, dengan kesalahan yang seperti ini, ia tak mungkin akan mendapatkan maaf lagi dari Steven.
Karena Jake telah memperkosanya secara paksa.
Tidak mungkin ada korban pemerkosaan yang mau memaafkan pelakunya. Alih-alih, Steven mungkin akan mengalami trauma berat karena itu.
Tapi meskipun begitu, Jake yang tidak tahu diri tetap memiliki keyakinan sebesar debu bahwa Steven mungkin akan memaafkannya. Karena menurut Jake sendiri, ada sesuatu yang menguasai dirinya pada saat itu, saat ia melakukan tindakan biadabnya itu. Ia merasa bukan dirinya yang memegang kendali ketika ia menyetubuhi Steven dengan paksa. Ada sesuatu yang merasuki pikiran dan tubuhnya, dan ia berencana untuk menggunakan alasan itu ketika meminta maaf nanti.
Jake tahu itu alasan yang bodoh, tapi ia sudah sinting dan putus asa. Jadi itu patut untuk dicoba.
Setelah sekian banyaknya pikiran buruk yang menggerayanginya, Steven pun akhirnya nampak sadar perlahan-lahan. Lukisan matahari yang biasanya selalu menyinari dirinya ketika berada di dalam kamar itu, kini hanya menyumbangkan semburat cahaya redup yang membuat Steven nampak lebih menyedihkan dari yang seharusnya. Kelopak matanya berkedut-kedut, terbuka secara perlahan. Ia nampak susah payah dalam melakukan itu. Sementara kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya mulai terangkat menuju kepalanya. Ia memegangi pelipisnya sambil mengerang perlahan. Kesakitan.
Jake merasakan dadanya memanas. Ia harusnya merasa lega karena Steven akhirnya bangun, tapi ia dilanda kepanikan. Ia tak siap dengan apa yang akan terjadi.
Erangan Steven terdengar makin jelas setelah beberapa saat. Ia menggeliatkan badannya, berguling memunggungi Jake. Tubuhnya mengejang ringan saat ia mencoba untuk membuka kakinya. Tangannya seketika memegang bokongnya yang tiba-tiba terasa nyeri. Ia merintih.
Jake hanya membuat suara embusan napas sebelum Steven tiba-tiba tersentak dari kasur, mengambil posisi duduk seperti ikan yang menggelepar di daratan. Jake hampir terlempar dari sofa karena kaget. Napas Steven yang terengah-engah langsung memenuhi ruangan ketika ia duduk dan merapatkan punggungnya ke kepala ranjang. Matanya berlinang, wajahnya menyapu seluruh ruangan sampai ia akhirnya menemukan Jake duduk di sofa. Teriakannya langsung pecah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Headmates
Romansa"You are the only real super power I ever had." Marc mengira Steven tidak bisa mendengarnya kala itu. Kalimat itu memang pendek, tak lebih panjang dari untaian pita yang biasanya menjadi hiasan bunga pernikahan, namun itu sudah lebih dari cukup untu...