Ketika hatinya hancur, ia pikir ia sudah tamat.
Ledakan itu benar-benar di luar perkiraannya. Layaknya uranium, letupan hatinya sangat dasyat, hingga mampu menghempasnya keluar portal. Itu terasa sangat ganjil, mengingat tangan-tangan yang menggerombolinya langsung lenyap ketika ledakan itu terjadi. Tapi kenapa tubuhnya tidak? Padahal hatinya sendiri sudah musnah.
Punggungnya terasa nyeri karena menghantam bebatuan Duat yang keras. Rasanya perih. Apalagi saat ia sadar bahwa ia sendirian. Ketika ia mencoba bangkit dengan tulangnya yang nyeri, portal itu sudah raib. Begitupun Steven dan Jake.
Ini seharusnya menjadi kegagalan yang paling memilukan, mengingat ia kehilangan Steven lagi. Ditambah, ia juga kehilangan Jake. Paling tidak, rasa sakit yang ia rasakan harusnya berlipat ganda. Tapi kali ini, ia tak merasakan apa-apa. Tubuhnya terasa hampa. Kosong. Mati rasa.
Mungkin karena hatinya sudah hancur.
Ketika ia hendak melangkah, sesuatu terasa tidak beres. Badannya terasa tidak enak. Tak satupun anggota tubuhnya yang dapat digerakan, kecuali bola matanya. Ia melirik ke bawah, dan tampak kakinya berubah jadi pasir. Pasir yang keras. Mereka merambat dengan cepat, mewabah layaknya jamur. Marc tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya berdiri di sana, melihat tubuhnya berubah perlahan-lahan. Pasir itu melahapnya dengan cepat.
Setidaknya ini bukan hal yang asing. Ia pernah mengalaminya sebelumnya. Tapi saat itu, ia tidak takut. Karena ada Steven di hadapannya. Karena ia tidak sendirian. Tapi sekarang.... ia sangat ketakutan. Benar-benar ketakutan.
Saat perubahan itu sudah mencapai lehernya, Marc meneteskan air mata. Satu-satunya yang tidak bisa berubah dari dirinya adalah memorinya bersama Steven. Ia mengingat kenangan indah bersamanya, saat Steven mengomel karena ia terlalu berlebihan soal keselamatannya: selalu mengambil alih kendali saat berangkat ke museum, menghajar siapapun yang berani membentak Steven, walaupun bentakan itu timbul karena Steven sendiri yang salah. Ia tersenyum saat teringat betapa senangnya Steven dengan masakannya, betapa bahagianya Steven saat dibelikan gantungan kunci yang ada hiasan salah satu dewa Ennead. Betapa bahagianya ia saat tahu bahwa Steven juga menyimpan perasaan untuknya.
Setidaknya dia selamat sekarang. Aku bisa pergi dengan tenang.
Begitulah. Marc mati untuk yang kedua kalinya dalam keadaan percaya bahwa Steven baik-baik saja. Bahwa Jake berhasil menyelamatkannya.
***
Siapapun dapat melihat kalau monitor detak jantung itu tengah berusaha menggambar garis lurus. Tapi entah mengapa, saat tinggal sejengkal lagi untuk menghasilkan garis yang sempurna, tiba-tiba ia tersentak, lalu kembali bergerak naik-turun. Layla hampir kehilangan kewarasannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa dia malah tambah sekarat setelah lukanya disembuhkan?!"
Wanita Meksiko yang ia tanyai tak bergeming sama sekali. Ia hanya menatap tubuh Steven tanpa ekspresi.
"Jawab pertanyaanku, sialan!"
"Layla, tenanglah...," Dane mengusap-usap pundaknya. Tapi bukannya tenang, Layla malah mengamuk.
Wanita Meksiko itu tak peduli dengan ketidak-kondusifan yang diciptakan oleh Layla dan Dane. Fokusnya pada Steven sangat kuat. Tak tergoyahkan. Ia menatap pria sekarat itu berulang kali, dari ujung kepala sampai kaki, mengharapkan sesuatu akan terjadi.
"Apa yang kalian lakukan di sana?" ia bergumam. Tak lama kemudian, tangannya kembali melayang di atas perut Steven. "Sebaiknya kalian berusaha lebih keras."
Dan garis-garis emas itu pun kembali melilit tubuh Steven yang dingin dan kaku.
***
Marc selalu penasaran dengan apa yang akan terjadi jika ia benar-benar mangkat. Memang, ia pernah mengalaminya. Dua kali, dengan cara yang sama: kena tembak. Tapi nyatanya, ia mati hanya untuk hidup kembali, alias pindah alam. Apakah itu definisi mati yang sesungguhnya? Pindah alam? Pindah dimensi? Apa yang terjadi jika ia mati sesudah mati? Apakah ia akan pindah alam lagi? Ke mana tepatnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Headmates
Romans"You are the only real super power I ever had." Marc mengira Steven tidak bisa mendengarnya kala itu. Kalimat itu memang pendek, tak lebih panjang dari untaian pita yang biasanya menjadi hiasan bunga pernikahan, namun itu sudah lebih dari cukup untu...