⚠️WARNING⚠️
Dilarang memplagiat ya gan
Cerita ini berkisah tentang seputar kehidupan sehari-hari Dimas dan Ega serta kawan-kawan yang baru memasuki dunia SMA. Perjuangan Ega yang menderita cinta bertepuk sebelah tangan dan Dimas yang menghadapi pen...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SOMEDAY
43
(Extra part 4)
API UNGGUN
Semua kelas berkumpul mengelilingi api unggun raksasa yang menerangi hutan disekelilingnya. Hutan itu aman dari binatang buas karena memang lokasinya untuk kepentingan study.
Guru-guru ikut membaur bersama para muridnya.
Seorang pria berambut panjang yang dikuncir, sering dipanggil pak gondrong oleh para murid, ia selaku wali kelas X IPS I berkata, "bapak punya cerita yang pas dengan situasi saat ini."
"Cerita apa pak?"
"Cerita tentang seorang remaja yang tersesat dihutan," ucapnya sembari menatap wajah murid-murid yang sudah terfokus padanya.
"Terus pak?"
"Kalo rame lanjut part dua," ucap pak gondrong sembari ngakak.
"Pak, jangan jadi korban tok tok deh."
"Oke, oke, jangan tegang lah dibawa santuy aja," ucapnya sembari menyudahi tawa, "suatu hari, remaja itu tertinggal dengan kawannya saat mendaki gunung, dia mengikuti jalan setapak yang ternyata bercabang. Hanya mengandalkan instingnya ia lanjut berjalan, karena mendengar suara ramai ia semakin yakin jalur yang diambil sudah benar."
Para pendengar semakin penasaran dengan cerita pak gondrong yang menjiwai.
"Remaja itu melihat ada pasar di tengah hutan, ia tak pikir panjang dan segera masuk kedalam keramaian itu. Tiba-tiba remaja itu merasa lapar karna dua hari belum menyentuh makanan, lalu seseorang yang tampak ramah memberinya makanan enak dengan gratis. Sejak saat itu dia menghilang tanpa jejak," tutur pak guru menyudahi ceritanya.
"Kemana lagi kalo bukan ke alam gaib, dunia para roh," ucap Arda dengan yakin.
"Salah dia sendiri masuk ke pasar, coba pake logika mustahil ada pasar di tengah hutan, itu mungkin, kalo pasar gaib," ujar Ilham menimpali.
"Wajar aja sih, posisinya kan lagi kepepet ditambah laper, dehidrasi terus capek, liat ada keramaian ya langsung gas," kata Fiko ikut nimbrung sembari live streming tentunya.
"Ini kenapa jadi serius sih, bapak kan cuma ngarang," ucap pak gondrong.
Ucapan pak gondrong tak dihiraukan, mereka tetap melanjutkan perdebatannya mengenai dunia gaib.
¤¤¤
Chiko memetik senar gitarnya sembari bernyanyi diikuti Ega dan yang lain. Para cewek berkerumun sambil menyalakan flash, sudah seperti konser dadakan saja.
Dimas berdiri agak jauhan sembari membakar ayam, sosis dan lainnya bersama Echa dan Alin.
"Harum banget baunya, jago juga lo soal bakar-bakaran, gue pikir lo jago di bidang akademik doang," ucap Alin.
"Dimas tuh definisi perfect yang sesungguhnya, apa sih yang nggak bisa Dimas taklukin," Echa menimpali sembari tersenyum bangga.
Dimas tak menanggapi dan fokus pada apa yang dia lakukan, mendadak dadanya terasa nyeri disertai rasa pusing berkunang-kunang. Dimas menekan dadanya dengan tangan.
"Dimas, lo kenapa?" tanya Echa yang pertama kali menyadari sembari menahan tubuh Dimas yang oleng.
"Gue nggak papa," ucap Dimas lalu duduk bersandar di pohon sembari mengatur napasnya yang memendek.
"Lin lo sini aja, gue panggil Ega bentar," kata Echa sembari berlari.
Dimas ingin menghentikannya, namun ia seperti kehilangan tenaga hanya untuk mengeluarkan suara. Ia memejamkan matanya mencoba menetralisir rasa pusing yang menyerang.
¤¤¤
"Ega!" seru Echa dengan napas memburu.
Semua pasang mata menatap Echa dengan pandangan kesal.
Ega menghampirinya lalu bertanya, "apa?"
"Dimas!"
"Dimas kenapa?"
Echa segera menarik tangan Ega sembari berkata, "nggak ada waktu lagi. Dimas sakit!"
Ega membelalakkan mata, lalu ia berlari mendahului Echa. Ia menghampiri Dimas yang menggigil dan segera melepas jaketnya untuk menutupi tubuh Dimas.
"Hoy, Dim lu kenapa!?" tanya Ega panik sembari menepuk wajah Dimas yang memucat.
Ega segera menggendong Dimas di punggungnya dan berlari ke tenda kesehatan. Perawat segera memeriksa keadaan Dimas.
Perawat berkata dengan serius, "dia harus dibawa ke rumah sakit secepatnya!"
Chiko bersama pak kumis masuk ke tenda menghampiri Ega.
Pak kumis bertanya panik sembari menatap Dimas, "murid saya kenapa?"
"Tampaknya gejala Dimas serius Pak, saat ini saya hanya bisa memberikan pertolongan pertama," kata perawat.
"Bagaimana ini, jarak dari sini ke rumah sakit terdekat saja memakan waktu lima jam, apa nggak terlambat?"
Ega segera menggendong Dimas lalu berkata, "terlambat kalo bapak ngomong mulu!"
"Ada guru yang bawa mobil, lo bisa pake itu," ucap Chiko sembari berlari mencari pemilik mobil jeep itu.
¤¤¤
Ega memacu mobil dengan ban besar itu gila-gilaan, jalanan lenggang di tengah malam yang dihiasi pohon-pohon besar dikanan kirinya gelap gulita seperti tak ada kehidupan, serta kelokan tajam tak membuatnya melambat.
Hingga ia melihat seorang kakek sedang menyebrang jalan, Ega yang terkejut segera menginjak rem membuat mobilnya sedikit oleng, beruntung tidak terbalik dan tak menabrak kakek itu.
"Maaf, Kek!" ucap Ega sembari menurunkan kaca mobil dan menyatukan telapak tangan, namun kakek itu tak ada dimana-mana, menghilang.
Jantung Ega serasa berhenti berdetak sesaat, ia segera menutup kaca mobil dan menengok Dimas di sampingnya yang masih terpejam.
"Di-Dimas apaan tadi," ucap Ega gemetar sembari melajukan mobilnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.