[17] Lagu Melukis Senja

94 12 17
                                    

Hari ini aku harus lembur lagi, jam sudah menunjukkan pukul 05.00 PM dan aku masih berkutik di depan laptop. Ah, aku lupa untuk memberi tahu Roy kalau hari ini aku lembur dan pulang malam. Takutnya dia menungguku lama, kan aku jadi tidak enak.

Belum sempat aku turun ia malah sudah datang dan berdiri bersandar tembok dan menatapku, aku terheran dengan sikap ia beberapa hari ini.

"Mas Roy? Baru saja mau nyamperin kebawah"

"Ada apa mbak? Saya emang mau kesini" ucapnya lalu mendekat ke arahku.

"Maaf mas, hari ini saya lembur dan lupa memberi tahu ke mas Roy"

"Tidak apa mbak, saya temani"

"Eh, tidak usah mas nanti saya merepotkan loh"

"Tidak, saya juga masih ada yang dikerjakan. Saya temani sampai selesai mbak, kebetulan saya juga ada dateline untuk besok pagi"

Aku merasa tidak enak karena sudah banyak merepotkan ia, tapi aku juga bersyukur karena aku punya teman mengobrol. Ia berjalan kearah meja ku lalu memberiku sekotak susu coklat.

"Kenapa sering memberiku susu kotak rasa coklat mas?"

"Soalnya wanita yang saya sukai suka susu kotak rasa coklat mbak"

"Oh maksudnya wanita yang mas bilang kemarin itu juga sama kayak saya, wah bisa gitu ya mas "

"Hehehe, iya mbak"

Ia kembali ke sofa lalu mengeluarkan laptopnya, kami kembali pada pekerjaan kami masing-masing sementara Pak Dio sudah pulang sedari tadi.

Aku berniat ingin membuat secangkir coklat hangat untuk kami, saat aku kembali aku melihat Roy yang tengah duduk di dekat kaca kantor sembari memegang gitar. Aku mendekat kearahnya lalu memberi ia secangkir coklat hangat.

"Mau dengar suara saya?" ucapnya.

"Emang bisa bernyanyi mas?"

"Tentu saja"

Aku hanya mengangguk lalu ia mulai memetikkan senar gitar satu persatu, setiap senar yang ia petik menimbulkan nada yang indah.

Izinkan ku lukis senja
Mengukir namamu di sana
Mendengar kamu bercerita
Menangis tertawa
Biar ku lukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia

Lagu di senja kala itu, membuatku menyadari sesuatu yang tidak pernah aku ketahui bahwa senja indahnya hanya sesaat tapi esok ia akan hadir lagi. Aku tersenyum melihat ke arah Roy, ia mengambil secangkir coklat panas buatanku lalu menyeruputnya.

"Enak" pujinya.

Aku hanya tersenyum lalu kami menatap langit senja dari jendela kantor lantai 3, sorot jingga diujung barat sana membuat suasana kantor hari ini lebih berbeda terasa.

"Mbak, lebih memilih di cintai atau mencintai?" tanyanya.

"Menurut saya pribadi, saya memilih mencintai. Tidak masalah jika ia tidak mencintai saya, cukup mengenalnya saja sudah cukup bagi saya. Saya juga tidak berharap untuk memilikinya, yang penting masih terlihat didekat saya sudah cukup bagi saya. Kalau mas Roy sendiri?"

"Saya pun memilih mencintai karena itu yang sedang saya rasakan, mencintai dalam diam tapi namanya selalu disebutkan di setiap doa berharap suatu saat nanti perasaan saya sampai kepadanya"

"Kalau kita bersungguh-sungguh pasti doa itu akan sampai padanya kan ya mas?"

"Tentu saja mbak, tidak hanya berdoa saja tapi kita juga harus berusaha"

FIGURAN - Hanya Pemain Tambahan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang